Belajar Menjadi Seorang Ayah


Kebahagian keluarga bertambah lengkap dengan kehadiran si buah hati. Tanggal 26 Mei 2009, saya resmi menjadi seorang ayah, setelah buah hati pertama kami lahir ke dunia. Sebuah dunia baru, bukan saja bagi si buah hati, tapi juga buat saya sebagai ayah.  Pada postingan pertama ini, saya ingin berbagi cerita dengan sobat semua bagaimana rasanya menjadi seorang ayah. Tentu bagi sobat yang akan menjadi seorang ayah bagi buah hati sobat. Perasaan gelisah dan harap-harap cemas selalu mengiringi kelahiran buah hati pertama saya. Seharian saya menunggui istri yang tengah berjuang antara hidup dan mati. Tak sedetik pun saya tinggalkan dia dari sampingnya.

My Little Heart
Kami masuk ke sebuah rumah bidan yang melayani persalinan pada senin malam. Setelah berkonsultasi, kami diberi tahu kemungkinan kelahiran Selasa siang. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan, kami memutuskan untuk menginap di rumah bidan itu. Selasa siang, tepat pukul 11.00 WIB, anak kami lahir dengan bobot 2,9 ons. Plong rasanya setelah semua proses mendebarkan ini berlalu. Seorang anak manusia berjenis kelamin laki-laki telah lahir ke dunia. Sejak saat itu, istri saya resmi menjadi ibu, dan saya sendiri resmi menjadi seorang ayah.

Tak terasa sudah tiga tahun berlalu. Si kecil sekarang sudah kian besar. Semakin tumbuh besar, ternyata tantangan menjadi seorang ayah semakin berat. Begitu juga yang dirasakan oleh istri saya sebagai seorang ibu. Kami terus berjuang menjadi orang tua yang baik bagi si kecil. Sejauh saya menjadi seorang ayah, ternyata memang tidak mudah. Kadang saya merasa jengkel dengan ulah si kecil yang kian hari kian mengerti aneka jajanan. Tapi menurut pengalaman beberapa orang tua, memang anak seumur demikian lazim meminta jajan. Belum lagi soal permintaannya yang kadang juga meruntuhkan tekad kami untuk tidak memanjakan anak. Tapi bagaimana lagi, barangkali itu sudah menjadi sebuah konsekuensi.

Beberapa pengalaman saya berikut ini barangkali dapat dijadikan referensi bagi sobat yang sedang menunggu menjadi seorang ayah.

Pertama- Rawatlah si Kecil Dengan Ikhlas
Sebelum menjadi ayah, saya kerap membayangkan betapa senang dan bahagianya menjadi seorang ayah. Begitu menjadi seorang ayah beneran, ternyata sangat melelahkan. Bayangkan saja ketika saya sedang enka tidur harus terjaga demi mengganti popok si kecil. Ketika mata mau terpejam, harus terjaga lagi karena si kecil tiba-tiba menangis. Nah, di sinilah pentingnya merawat anak dengan perasaan ikhlas. Kalau tidak, niscaya sobat akan terus merasa jengkel dan terganggu. Lakukanlah semuanya secara ikhlas demi anak kita sendiri.

Kedua-Palingkan Keinginan si Kecil Yang Tidak Masuk Akal
Ketika si kecil menginjak umur tiga tahun, biasanya sudah mulai mengerti yang namanya jajanan. Tentu dimulai ketika kita membelikan sesuatu untuk anak kita. Dari situlah kemudian si kecil mengerti bahwa apa yang kita beri membuatnya senang dan ingin terus memilikinya. Hal yang membuat saya terkejut adalah, terkadang si kecil meminta sesuatu yang bagi seumurannya tidak masuk akal. Misalnya, minta dibelikan sepeda roda dua, yang ukurannya untuk anak yang lebih dari umurnya. Ketika si kecil meminta ini, cobalah palingkan keinginannya itu dengan member keterangan bahwa yang ini atau yang itu untuk anak dewasa. Atau kalau tidak, berceritalah semisal dongeng atau apa pun itu yang bisa memalingkan perhatiannya.

Ketiga-Jalinlah Komunikasi Dengan si Kecil
Suatu kali saya dipukul oleh si kecil gara-gara tidak memperhatikan omongannya. Dia sedang bercerita tentang film kartun yang barudi tontonnya di televisi. Tapi, saya dan istri malah asik ngobrol. Dan betapa kagetnya saya ketika sebuah pukulan mendarat di muka saya. Dari peristiwa itu saya belajar bahwa komunikasi dengan si kecil merupakan hal yang sangat penting.

Keempat-Hargai Segala Bentuk Perbuatannya
Menghargai segala bentuk perbuatannya bukan diartikan sebagai penghargaan terhadap perilakunya yang tidak baik. Sebaliknya, jika si kecil melakukan hal yang positif kita wajib memberika apresiasi kepadanya. Misalnya si kecil tiba-tiba bernyanyi tanpa kita suruh. Ketika si kecil berhenti bernyanyi, kita dapat berkata “anak pintar” atau tepuk tangan sebagai bentuk penghargaan kepadanya.

Itulah pengalaman saya menjadi seorang ayah selama tiga tahun ini. Semakin dewasa si kecil, saya malah berfikir bahwa tantangannya semakin berat ke depan. Namun, kita mesti menyadari bahwa anak merupakan titipan Tuhan yang harus kita jaga. Kesadaran ini harus tertanam pada hati setiap ayah saya kira. Demikian, semoga bermanfaat.   

2 comments:

  1. Kakakakak yang poin ketiga.
    Aku juga sebel tuh kalo ibuku gak ngedengerin aku ngomong, wihihihi~

    ReplyDelete
  2. hahaha Mba Untje, lumayan sakit dipukul sama si kecil...jadi pelajaran penting tuh, terutama buat para orang tua yang mempunyai anak seumur anak saya..

    ReplyDelete