Tweet |
Sepertinya memang tidak berlebihan jika saya
mengatakan bahwa nenek moyang kita mempunyai selera musik yang begitu agung. Sebab,
sudah tiga malam ini, saya selalu terhenyak mendengarkan denting Sampe menjelang tidur. Suaranya yang mendayu-dayu seolah mengajak hati dan fikiran
saya bertamasya ke angkasa. Menyusuri masa silam sebuah penciptaan, merasakan
angin pegunungan dan lembah bumi nusantara yang sejuk dan asri. Tidak hanya
itu, dentingan Sampe juga selaksa menyentuh kalbu untuk senantiasa menyanjung
kebesaran Tuhan semseta alam. Ada keselarasan atau harmoni antara manusia, alam
dan Tuhan dalam setiap gema denting Sampe. Barangkali sobat menganggap saya
terlalu berlebihan, atau bahkan terlalu subyektif, dan terkesan cengeng. Tapi tak
apalah, soal rasa memang semestinya kembali pada diri kita masing-masing. Sekali
lagi, saya hanya sekedar sharing tentang apa yang saya rasakan atas apa yang
saya dengar tentang suara agung alat musik tradisional yang satu ini.
Pengetahuan saya tentang alat musik Sampe ini sangat terbatas. Barangkali bagi sobat yang berdomisili di pulau Borneo, mengetahui
lebih jauh tentang alat musik ini. Ya, Sampe adalah alat musik tradisional
Suku Dayak. Ada pula yang menyebutnya Sape. Secara umum, alat musik ini
bentuknya seperti gitar. Hanya memang banyak perbedaannya dengan Sampe. Menurut
beberapa referensi yang saya baca, alat musik ini terbuat dari beberapa jenis
kayu seperti kayu arrow, kayu kapur, dan kayu ulin. Proses pembuatan Sampe dilakukan
secara tradisional pula, serta biasanya membutuhkan waktu berminggu-minggu. Cara
memainkannya pun berbeda dengan cara memainkan melodi gitar, karena jari-jari
tangan hanya pada satu senar yang sama bergeser ke atas dan ke bawah. Uniknya, orang
yang memainkan alat musik ini lebih banyak menggunakan perasaannya saja.
Tidak ada penelitian yang pasti untuk mengungkapkan
kapan alat musik tradisional ini pertama kali dibuat. Hanya, menurut cerita
rakyat setempat, Sampek diciptakan oleh seseorang yang terdampar di karangan
atau pulau kecil di tengah sungai karena sampannya karam di sungai. Kemudian dia
bersama rekan-rekannya menyusuri sungai (kemungkinan sungai yang dimaksud
adalah sungai Mahakam) yang berada di Kalimantan Timur. Karena mereka tidak
mampu menyelamatkan sampan dari riam, akibatnya mereka karam. Dari jumlah sekian
orang tersebut, satu di antaranya hidup dan menyelamatkan diri ke karangan,
sedang yang lainnya tengelam dan terbawa arus. Ketika tertidur, antara sadar
dan tidak, orang yang selamat ini mendengar suara alunan musik petik yang
begitu indah dari dasar sungai. Semakin lama dia mendengar suara tersebut,
semakin dekat pula rasanya jarak sumber suara musik yang membuatnya penasaran.
Orang ini seperti merasa mendapat ilham
dari leluhur nenek moyangnya. Kemudian dia mencoba membuat alat musik tersebut
dan memainkannya sesuai dengan apa yang didengarnya ketika di karangan. Mulai
saat itulah alat musik Sampek mulai dimainkan dan menjadi musik tradisional Dayak.
Masih dari beberapa referensi yang saya baca,
sebenarnya banyak nama dan kelompok suku Dayak di Kalimantan. Namun, lagi-lagi
karena pengetahuan saya yang dangkal, saya tidak akan menuliskannya sebab
takutnya nanti saya salah. Barangkali sobat blogger yang berasal dari
Kalimantan dapat melengkapi kekurangan informasi mengenai Sampe dan suku Dayak
ini.
Terlepas dari itu semua, secara pribadi
saya sangat kagum dengan alat musik Sampe. Dalam proses pengetikan tulisan ini
pun, headset di telinga saya tak berhenti mendengarkan irama Sampe. Saya masih
saja merasa bergetar mendengarkan dentingan alat musik karya nenek moyang Dayak
yang agung ini. Karena itu, sejatinya saya tidak berlebihan jika dalam proses
penciptaan kebudayaan atau tradisi, nenek moyang kita benar-benar memperhatikan
rasa keharmonisan antara manusia, alam, dan sang pencipta. Semoga, catatan ini
dapat mengingatkan kita akan nilai luhur tradisi-tradisi atau kebudayaan kita. Sebab,
fakta membuktikan bahwa kita baru sadar ketika tradisi atau kebudayaan nenek
moyang kita diklaim oleh Negara lain. Dan, sekali lagi semoga ada yang
melengkapi kekurangan pengatahuan saya soal Sampe dan suku Sayak yang saya
tuliskan kali ini.
Saya baru dengar alat musik tradisional sampek ini malahan sobat :) Inilah salah satu contoh kekayaan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Makasih sobat sudah mau berbagi, jadi penasaran gimana alunan dentingan sampek itu :)
ReplyDeletesaya juga belum begitu mengenal alat musik tradisional ini mas? Hanya, suaranya medayu-dayu dan mengingatkan saya akan kebesaran Tuhan dan kualitas selera seni nenek moyang teman-teman dari suku dayak..
DeleteAda juga produk lokal kang alat musik dari batok atau tempurung kelapa ni dia asalnya dari salatiga tuh bisa juga disebut alat musik tradisional, hehe......kalau mau lihat videonya di yotube adatuh
ReplyDeletehttp://www.youtube.com/watch?v=Ky29cjMWqkw
wah, saya malah baru tau tuh kang?
DeleteAlat musik apapun, akan sangat indah didengarkan, kalau mood dan kita bisa membuka diri Kang ...
ReplyDeleteWah ... template baru ini ... premium lagi ...
betul, soal rasa memang subyektif dan tidak bisa kita paksakan kang?
Deletesetuju sob
DeleteSaya juga suka terpesona dengan alat musik tradisional mas Ibrahim. Berkesan sekali "rasanya" ...
ReplyDeleteselamat, anda masuk golongan orang-orang ahli sorga. hehe
Deletesy pengen dengar suara dentingan alat musik tradisional ini :)
ReplyDeletedi yutube banyak bu? saya juga dengar dari youtube koq? hehe
DeleteSaya belum pernah mendengar bunyi sampe. Entah bagaimana pula perasaan saya kalau mendengarnya. Mungkin ikut pula hanyut sebab memang saya suka mendengar musik..
ReplyDeletelha..ini kan hasil kekreatifan dari para leluhur
ReplyDelete