Aku, Buku, dan Istriku


Menelanjangi kembali kisah asmara Minke dan Annelies memaksa mata ini sulit terpejam. Kalimat; “Cinta itu indah, Minke, juga kebinasaan yang mungkin membuntutinya. Orang harus berani menghadapi akibatnya,” seperti di ucapkan Jean Marais kepada Minke yang sedang kasmaran kepada Noni Belanda keturunan bernama Annelies Mellema dalam novel berjudul “Bumi Manusia” itu, seperti menguliti hingga ke tulang. Al hasil, saya tidur kelewat malam, malam Minggu kemarin.

Saya pun tidak menyia-nyiakan inspirasi yang boleh jadi tidak akan pernah datang lagi ini, untuk mendokumentasikan di netbook rusak saya. Syukur-syukur ada yang sudi membaca dan memberi semacam apresiasi ketika tulisan ini saya posting di blog yang kelewat sederhana ini.

Jika dalam tulisan saya yang berjudul “Antara Pram,Saya, dan Doa Untuk si Kecil” saya menabung semacam harapan, atau doa (kata Mbak Irmasenja), kepada si kecil, sedang pada tulisan “Aku, Buku, dan Istriku” ini, saya akan mengulas (lebih pantasnya mencurhat) meski hanya sepintas, tentang korelasi antara kecintaan saya terhadap buku, dan kecintaan saya terhadap istri saya. Itung-itung sebagai kado sekaligus, kepada si jabang bayi kami yang kini berusia empat bulan di dalam perut istriku.

Saya kembali ke ucapan Jean Marais tadi. Bahwa cinta itu indah. Namun sejatinya, di balik keindahannya, tersimpan juga ketidakindahannya (ah, saya belum juga menemukan denotasi kata indah itu apa). Atau katakanlah, menyimpan kebinasaannya, seperti kata Jean Marais. Dan kita, yang menyepakatinya, tentunya juga harus siap dengan ketidakindahan atau kebinasaan yang pasti menyertai keindahan cinta.

Terima Kasih, Minke?
Jika ada muda-mudi yang kasmaran, mereka lazim menyebutnya sebagai “Janji”. Janji sehidup-semati untuk tetap saling mencintai, apapun yang terjadi. Atau dalam bahasa Miz Tia, dunia ini milik kita berdua, yang lain ngontrak. Namun, saya kerap menjumpai janji yang terucap dan kadang tercatat itu, tidak disertai dengan kesanggupan menanggung apa yang kita sepakati sebagai ketidakindahan cinta yang niscaya selalu berjalan seiring sejalan dengan keindahannya. Hasilnya, “Cowok penghianat”, “Cewek Matre”, “Tukang Selingkuh”, dan beribu serapah lain, yang anehnya justru kita tujukan kepada orang yang pernah kita sayangi. Maka demikianlah pecinta yang tidak siap menanggung dua mata cinta.

Pun, tidak hanya kerap terjadi pada pasangan muda-mudi yang tengah kasmaran. Bagi mereka, yang sudah masuk pada tahap percintaan yang lebih tinggi, maksud saya perkawinan, tidak jarang yang siap menanggung konsekuensi logis atas dunia yang bernama cinta. Memasuki dunia perkawinan, tentu ketelanjangan semakin lebar. Kita dan pasangan menjadi sama-sama lebih banyak tahu kekurangan masing-masing. Ketelanjangan semacam ini barangkali tidak akan kita jumpai pada saat kita masih dalam proses membangun hubungan.

Demikian pula saya. Banyak hal yang semakin menjadi terbuka manakala saya dan kekasih saya memutuskan untuk melanjutkan masuk ke jenjang jalinan perasaan yang bernama perkawinan. Meski menyadari, sejatinya saya dan istri juga kerap mempertahankan ego pribadi ketika kami sama-sama tahu kekurangan masing-masing. Tidak dinyana, ternyata acap kali hanya sebuah kisah dari beberapa buah buku yang saya baca, yang dapat melunturkan ego kami. Misalnya buku yang berjudul “Bumi Manusia”. Ketika saya kembali menceritakan isinya kepada istri, muncul semacam kemakluman di antara kami. Jadilah kami, pada saat setelah mengishkan cerita buku tersebut, saling memahami dan kemudian saling melengkapi atas kekurangan dan kelebihan kami.

Mungkin ini kasuistik, dan terlalu subyektif. Namun, saya pikir tidak ada salahnya jika sobat sedang dirundung masalah dengan pasangan sobat, lalu mengambil buku cerita, lantas menceritakan kembali bersama kekasih atau istri kita. Atau barangkali sobat akan berkata; Tidak mungkin!. Sebab, manamungkin membaca dapat mendatangkan uang?      

15 comments:

  1. ada nama saya??
    coba di ingat-ingat, aku gak pernah ngucap "dunia ini milik kita berdua, yang lain ngontrak" .. masih mending tuh ngontrak sanggup bayar, lah kalo nebeng??
    tapi gak pernah nulis gitu
    wkwkwk heran.. ini Miz Tia ada kembaran aku ya?? apa nama tokoh dalam koran diatas eehh.. maksut saya buku diatas, itu buku kan bukan koran.. :D


    sama-sama tahu kekurangan masing-masing, itu bagus banget.. tapi kalo mikirnya gitu harus bersikap dewasa,jarang-jarang kedua pasang bisa bersikap dewasa, dan tentunya saling menjaga , biar gak ngecewaein keluarga masing-masing.
    udah yang penting UNITY. semua sama rata . tetep syukuri aja, jalani aja seperti air hujan yang mampu sirami panas terik (sok bijak) ^_^ .

    ReplyDelete
  2. @Miz TiaHahhaa...emang nama Miz Tia cuma satu yah? Bejubel kali neng? Karena itu lah dalam tayangan-tayangan drama atau sinetron sering tertulis; "Jika ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian itu hanya kebetulan belaka". geto..itu buku neng, bukan koran. Ngomong-ngomong komennya kaya orang dewasa...makasih:)

    ReplyDelete
  3. @Ibrahim Sukman
    Syukur kalo itu bukan saya, :D


    nyontek di buku tuh saya ahahahaha (ngarang ding).

    ReplyDelete
  4. beralur dan rapi tulisannya.
    semoga bisa dijadikan sebuah buku.
    saya dukung dah :D

    ReplyDelete
  5. Saya pernah nih dengan suami. Waktu membaca buku Men are from Mars, Women are from Venus (versi bahasa Indonesia). Maka kami menertawakan diri sendiri (bukan menertawakan pasangan lho ya ^__^).

    Ini memang bisa diterapkan asal masing2 punya itikad baik, alias legowo :)

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah, telah 18 tahun saya membangun sebuah keluarga. Awalnya memang nggak mudah menyatukan dua hal.Kalo masa muda banyak yang bilang 'kita banyak persamaan" lalu ketika menjalin rumah tangga muncul konflik dengan mengedeoannkan 'kita banyak perbedaan'. Hemat saya, justru dengan adanya perbedaan dua insan dengan dua karakter berbda inilah yang membuat sebuah rumah tangga memiliki perbendaharaan pemikiran yang lebih. Perbdaan satu hal dipahami sebagai sebuah hal kebaikan, yang akhirnya terbentuk sebuah satu konsep yang indah. Hilanglah hal-hal yang awalnya dinilai sebagai sebuah kekurangan, karena saling melengkapi. Pada akhirnya, tersimpulkan bahwa sebenarnya sepasang suami istri menjadi satu kehidupan, satu bagian menjadi bagian lainnya.

    ReplyDelete
  7. @rivaiMakacih mas bro? Doa dan kunjungannya...salam:)

    ReplyDelete
  8. @Mugniarwah saya malah belum punya buku yang itu mbak? Bagus nggak tuh?

    ReplyDelete
  9. @Djangan Pakies NetHanya dua kemungkinan kang, menyatu atau berpisah. bersyukurlah yang membina hubungan dalam berkeluarga sampai puluhan tahun tetap salaing mengisi. keluarga kecilku baru lima tahun. semoga dapat mencontoh panjenengan. Terima kasih sudah mampir. salam:)

    ReplyDelete
  10. yg terakhir tuh ide bagus biar hubungan sama pasangan jadi tambah mesra hhehehe... ambil buku cerita lalu diceritain lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. biasanya lebih mesra untuk pasangan muda-mudi menceritakan kembali apa yang telah dibacanya...

      Delete
  11. so sweet, dari buku aja bisa jadi mesra :)
    numpang tengak tengok om..

    ReplyDelete