Mumpung Masih Bisa Bertemu Sawah


Suatu sore, sebelum musim hujan rebah, saya dan sikecil berjalan-jalan ke sawah. Jalan-jalan koq ke sawah? Demikian pertanyaan seorang teman mengomentari status akun facebook saya. Lantas saya jawab; Mumpung masih bisa bertemu dengan sawah, mas bro?. Dari status facebook itu lah tulisan ini saya posting.

Sawah! Adalah soal sepele. Dimusim terang, hanya tersisa jerami kering, sawi liar, jangkrik dan belalang. Namun, jika kita sudi meluangkan waktu sejenak untuk memikirkannya, sawah bukan lagi menjadi hal yang sepele lagi. Kenapa? Karena, cepat atau lambat, jerami kering, sawi-sawi liar, jangkrik dan belalang, serta sejuknya angin sawah, akan berganti dengan pengapnya suasana perumahan. Atau mungkin akan berganti denga bising suara mesin pabrik, dengan udara yang bercampur asap.

Menikmati Sejuknya Angin Sawah
Dan ketika itu terjadi, maka anak cucu kita tinggal mendengarkan dengan rasa kagum, dongeng tentang sejuknya nagin sawah, tentang bangau putih yang berjajar di sepanjang pematang, atau tentang belut yang dagingnya semakin mahal. Atau barangkali dongeng tentang bagaimana negeri ini hidup dari keringat para petani. Dan sang cucu akan mengepalkan tangan ketika mendengar dongeng tetang keluarga petani yang dikemudian hari berganti profesi menjadi buruh pabrik, dan meninggalkan profesi mulianya sebgai petani karena beras-beras yang mereka hasilkan harus ditukar murah dengan beras impor yang notabene itu adalah proyek serakah orang-orang pintar di negeri ini.

Perumahan, pabrik, bukannya tidak penting, karena bagaimanapun, seiring dengan pertumbuhan penduduk negeri ini yang semakin pesat, tentu akan membutuhkan banyak tempat hunian dan lapangan pekerjaan. Ini pula yang menjadi alasan beberapa teman saya yang kebetulan berprofesi sebagai developer perumahan. Bahkan, secara ekstrim, teman saya yang developer itu bilang, jika kamu ingin cepat kaya, maka jadilah developer real estate.

Tetapi begini kawan-kawan, meski saya belum mempunyai rumah sendiri dan masih serumah dengan rumah milik mertua, tetapi jujur saja saya khawatir dengan semakin maraknya pembangunan perumahan yang sebagian besar menggunakan areal persawahan yang masih produktif. Bukan maksud saya sok idealis, atau bukannya tidak sepakat dengan pendapat teman saya yang developer real estate itu, namun dalam hati saya muncul pertanyaan, bagaimana kehidupan anak cucu kita kelak jika tidak ada lagi sawah?

Ah, sudahlah…bukankah pertanyaan itu mestinya harus dijawab oleh para pemangku kebijakan negeri ini yang membidangi masalah perizinan?

Ini Dia Pohon Cimplukan
Saya hanya akan bercerita tentang si kecil yang dengan telanjang kaki berlari ke sana ke mari di areal persawahan yang luas itu. Sesekali membungkukan badan, dan menepuk-nepuk kedua tangannya ke tanah. Ketika saya tanya, ternyata si kecil sedang asik menangkap belalang. Rambutnya yang agak panjang berdesir tertiup angin sawah yang damai. Karena hari menjelang maghrib, ahirnya saya mengajak pulang si kecil. Tapi ia tidak mau pulang. Mungkin saking senangnya bermain di areal sawah yang luas dengan belalang dan jangkrik yang meledeknya.

“Nanti ada dhemit, lho Mas?” Baru setelah saya ngomong seperti itu, ia lantas mau pulang. Dalam hati, saya tertawa sendiri. Sesekali kembali bertanya; bagaimana jika sawah-sawah itu berganti dengan deretan perumahan atau pabrik? Kemana jangkrik dan belalang yang meledek si kecil itu akan hidup? Dalam perjalanan pulang, si kecil terus meminta besok main lagi di sawah. Saya menjawab; ya besok main lagi, mumpung masih bisa bertemu sawah, ya Nak?
 

26 comments:

  1. mumpung masih ada sawah, kalo buat orang kota mungkin sawah menjadi pemandangan yang jarang ya mas, kalo saya hampir tiap hari liatin sawah hihi...salam sukses selalu mas:}

    ReplyDelete
  2. wah, sama-sama orang desa nih mas? Perlu bersyukur kita masih dekat dengan sawah. Tapi bukan tidak mungkin, sawah-sawah itu juga akan segera berganti dengan perumahan kan Mas? Ok..salam sukses balik. Makasih udah mampir ke blog orang desa ini.

    ReplyDelete
  3. Kunjungan balasan mas... sudah saya folback...:)
    Anak2 saya juga senang sekali kalau sdg berkunjung ke rumah buyutnya. Bisa main di sawah dan kejar2an sama ayam...

    ReplyDelete
  4. kunjungan balik mas..dan sudah saya follback.

    sepertinya sawah adalah temapt yg tepat utk melepaskan galau mas,,,hihihi

    ReplyDelete
  5. Mba Niken, makasih kunjungan baliknya. Mba ini pasti orang kota yah? Ati-ati tuh si kecil ntar kepatok ayam hehe...
    Mba Mimi, thnks juga udah berkunjung balik. terkadang kalau lagi galau memang saya sering ke sawah...eh takutnya suatu saat nanti saya nggak bisa liat sawah lagi soalnya sedang gencar pembangunan perumahan. salam sukses selalu mbak?

    ReplyDelete
  6. Mungkin tinggal menunggu waktu, ketika sawah tak lagi "menghasilkan", iming-iming rupiah lambat laun akan menghapus hamparan hijau menjadi rumah, gedung, dan bangunan lainnya.
    Saat ini mungkin masih banyak sawah menghampar, dan saya masih berharap semoga hamparan tersebut bisa bertahan selama mungkin.

    ReplyDelete
  7. saya pun berharap demikian Kang, tetapi mungkinkah, mengingat pertumbuhan penduduk, kurangnya lapangan kerja, juga profesi petani yang kian terpinggirkan, sawah akan terus terhampar? Terimakasih sudah mampir ke rumahkecil saya ya kang? Salam...

    ReplyDelete
  8. ok sob aq dah folow emang ngak panas ya sob ditengah sawah macam itu

    ReplyDelete
  9. Trims, sob...kalau sawahnya ganti perumahan baru panas kayaknya sob?

    ReplyDelete
  10. Perumahanku juga dibangun di atas sawah... hehe..

    ReplyDelete
  11. Rumah kontrakan saya di Komplek Duta Bandara Pontianak juga dikelilingi Sawah. Tepatnya di belakang rumah kami memang ada sawah.

    Sejuk terasa, anginnya segar. Dan kadang kami menyaksikan para petani di sawah, Ah pemandangan yang mengesankan. Itu pasti. Izin follow ya. Salam dari Pontianak

    ReplyDelete
  12. Terimakasih buat mas Eko n mas Asep yang telah mampir di rumahku. Ya begitulah sahabat-sahabatku, percayalah, hari ini kita masih menganggap sepele soal sawah. Tapi nanti waktu yang akan membuktikan...

    ReplyDelete
  13. udaranya sejuk banget yaa, kadang untuk melepas kepenatan saya sempatkan berhenti dan menikmati hijaunya persawahan. salam kenal

    ReplyDelete
  14. Betul, Mas Tabuhgong, udara sawah itu lebih sejuk ketimbang AC. Karena itu, marilah kita senentiasa beryukur masih bisa menikmati angin sawah...salam kenal balik mas?

    ReplyDelete
  15. sangat bersyukur krn sy juga masih tinggal di daerah yg sawah2 :D

    ReplyDelete
  16. Owh ini blog baru kamu tha sob. Okey sob mau laporan foloback sukses.
    salam kenal balik yaacchh...

    ReplyDelete
  17. saya juga jarang liat sawah, makanya pas naik kereta ke bandung saya melototin sawah lewat jendela, hihi norse deh :)

    ReplyDelete
  18. Mba Uswah, kira-kira gimana yah kalau tiak ada sawah? Mas Ahmad thanks for following this simple blog. Nba NF, asal nggak loncat jendela kereta..

    ReplyDelete
  19. enak banget nih.. nulisnya disawah juga ya :D
    sesama orang kampung ya bang toss bang *plaaaaaaaaaaaak

    ahhahaha ..

    ohya blognya udah saya follow nih , jgn lupa buat mampir balik di blog aku ya kak.

    ReplyDelete
  20. hi i find your blog interesting :) thanks for following :) im following u follow back :)
    x♥x♥
    The Girl with the Muji Hat

    ReplyDelete
  21. d dekat asrama kami jg ada sawah, umumnya sawah ada nya d daerah pedesaan, tp d kota aq, sawah berada d perkotaan besar ini, bnyak jg yg berfoto d sawah ini..

    semoga utk puluhan tahun k depan masih ada sawah d indonesia ini..

    ReplyDelete
  22. Syukurlah Bank kalau dikota abang masih ada sawahnya. Amin, semoga kita tetap bisa bertemu sawah...terima kasih sudah berkunjung..salam:)

    ReplyDelete
  23. . . wachhhhhh,, bikin iri aja. cz aq gak pernah maen^ disawah. huhh. he..86x. oia folback sukses k-34. tenkz ..

    ReplyDelete
  24. VPie; pemandangan di atas menjadi mahal bagi orang-orang kota. Namun di desa saya, semua menjadi gratis..thanks for following my blog

    ReplyDelete
  25. .. wha. . ha. . ha. . ha. . ha. . ha. . bisa aja. desa sama kota sama^ tetap Indonesia kan?!? jadi gak ada bedanya. cuman suasana nya aja yang beda. he..86x ..

    ReplyDelete
  26. wha..haha...juga...dua puluh tahun ke depan, niscaya tempat-tempat yang saya tulis itu pasti berubah jadi penuh rumah. Betul sama-sama Indonesia, karena Indonesia masih satu kampung dengan kami :)

    ReplyDelete