Dagan, I’m in Love


Cerita ini bukan fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama, tokoh, dan peristiwa, itu bukan kebetulan belaka. Dagan, bukan seorang gadis, juga bukan tokoh antagonis. Dia hanya nama sebuah tempat di mana orang akan berkata; Dagan, I’m in Love. Jika tidak demikian, setidaknya saya yang berkata demikian. Betapa tidak, setelah saya menulis tentang Mumpung Masih Bisa Bertemu Sawah, masih di tempat yang sama, saya akan menuliskan kesan dan pengalaman saya setelah sekian tahun, tepatnya tiga tahun lebih, saya mengakrabi setiap sudut tempat itu. Juga dengan setiap sudut karakter dan sifat sahaja penduduknya.
            
Sejatinya kita tidak perlu malu menyebut diri kita sebagai orang desa. Karena menurut saya, kedamaian dan ketentraman hidup, ada di sebuah tempat bernama desa. Dan saya, dengan perasaan subyektif saya, telah menjatuhkan kalimat; Dagan, I’m in Love kepada sebuah desa bernama Dagan. Secara geografis, desa Dagan terdapat di wilayah kabupaten Purbalingga sebelah utara, Jawa Tengah. Mungkin sekitar 20 km dari pusat kota Purbalingga. Atau mungkin kurang, atau bahkan lebih (ah, saya tidak pernah mengukur jalan. Juga tak bisa membayangkan bagaimana cara pemerintah mengukur jalan, sehingga tertulis “Kota 20 km, atau Terminal sekian km” di papan penunjuk jalan).

Jalan Menuju Grumbul Dagan Legok Desa Dagan dari arah utara

Jika sobat singgah di desa ini, atau tepatnya di grumbul Dagan Legok, tempat tinggal kami, sobat tentu akan menemukan segala bentuk kehijauan, keramahan, juga kebersahajaan penduduk. Kalau tidak percaya, coba mampir sebentar di rumah Kang Sukadi di sukadi.net dan bertanya padanya. Karena jebulnya, saya dan Kang Sukadi bertetangga, meski belum pernah kopi darat.

Hamparan Sawah Hijau di sepanjang jalan menuju Dagan Legok

Dan, lihatlah hamparan padi yang tengah menghijau. Rasakanlah angin yang menyapa wajahmu. Pohon-pohon membukit, membentuk gunungan wayang mengelilingi sang induk, Gunung Slamet. Hanya, saya baru sempat mengabadikan keanggunan desa tersebut dikala pagi hari. Mungkin, akan terasa lebih indah jika saya mengabadikannya sore hari. Namun, pada musim hujan seperti ini, saya tidak pernah melihat senja jingga karena tertelan hujan.

Gunung Slamet tertutup awan di sebelah utara Dagan Legok
Sungai Klawing yang bersebelahan dengan Grumbul Dagan Legok

Satu lagi yang pasti akan membuat kita betah berlama-lama di desa ini yaitu sungai. Kami menyebutnya Kali Klawing (saya belum tahu artinya Klawing). Sebuah sungai yang membelah Purbalingga, dan mengalir jauh hingga ke Serayu. Dulu, jika sore terang, saya dan si kecil, kerap mandi di kali ini. Jangan pernah berkata jorok, karena sungai Klawing ini masih relatif bersih, dan tidak seperti sungai di kota-kota besar. Kalaupun kotor, maka dipagi hari akan bersih atau jernih kembali airnya, karena sungai Klawing yang melewati desa Dagan ini, terhitung dekat dengan mata airnya. Tidak percaya, mari mampir di desa kami.  

15 comments:

  1. indah sekali kampung nya bg..
    kyk nya tinggal di daerah seperti itu pasti nyaman n damai, terutama minim polusi..

    aq setuju dengan tulisan "kedamaian dan ketentraman hidup, ada di sebuah tempat bernama desa".. (y)

    ReplyDelete
  2. Ya begitulah Bang, apa yang aku tulis itu merupakan sebuah pengalaman pribadi. Soal kedamaian hidup itu di desa, ya dimana lagi? Karena itu juga perasaan saya begitu? Terimakasih udah mampir ke rumahku. salam :)

    ReplyDelete
  3. Suasana kampungnya mirip dengan kampung keluarga suami di desa ambarwinangun-Kutowinangun.
    Tapi disana tidak ada sungainya.
    Jadi rindu suasana di sana. Kami juga sering jalan2 ke pematang sawah. Sejuk ya...
    Salam kenal...

    ReplyDelete
  4. Jika ada yg aku rindukan saat ini adalah tempat seindah,sesejuk dan setenang sprti foto2 mu disini... rindu sawah, ingin menepikan kelelahan fisik yg akhir2 ini sedikit mengganggu aktifitas.

    Salam kenal mas,... :)

    ReplyDelete
  5. MASYA ALLAH

    Kbesaran dan KeagunganMU
    aku udah lama sekaliiiiii gak pernah nemuin kesejukan itu..
    kpn yah?
    mudahan semoga secepatnya :D

    ReplyDelete
  6. eehh ituuu keren sekali ya Allah :) suka ngelihat jalanan kayak gitu, terus ada rona hijau dari rerumputan atau padi di sekitarnyaaaa~

    ReplyDelete
  7. Mba Niken; Bersyukurlah punya suami orang Desa. Irma Senja; Jika sawah dapat menjadi tempat pelepas penat, maka selayaknya kita harus tetap menjaga sawah. Annur; Itu baru sebagain kecil ciptaan Nya. Nurmayanti; Keren sama indah kayaknya beda lho? All: Makasih udah mampir di rumahkecilku :)

    ReplyDelete
  8. aku juga suka gini om , di sawah :D
    .

    ReplyDelete
  9. Wah asik ya... bisa kekeceh tiap hari.
    Aku sukaaa kekeceh, sayangnya rumahku jauh dari sungai bersih :D

    ReplyDelete
  10. Untje: itulah enaknya hidup di desa. hehhe...:) salam..

    ReplyDelete
  11. .. kanan kiri gak ada rumah?!? emmm,, gimana kalo malam?!? ich,, serem juga ya kalo tinggal di desa. pasti aq gak kerasan dech. he..86x ..

    ReplyDelete
  12. Yang aku shoot kebetulan jalan yang menuju desa mbak? Emang kalau malam gelap, tapi asyik buat merenung dan merefresh fikiran. Coba deh Vpie, sekali-kali menyambangi desa..pasti merasakan apa yang saya rasa. :)

    ReplyDelete
  13. Sepertinya saya tidak asing dengan desa ini, hampir tiap minggu saya lewat di desa ini.
    Perjalanan dari Slawi biasanya saya lewat dari barat, trus masuk Dagan, Palumbungan, baru sampai ke Palumbungan Wetan.
    begitu juga kalau senin pagi, berangkat ke Slawi biasanya saya lewat di desa ini juga hehe

    ReplyDelete
  14. hahahaaa...kang Sukadi, sesekali mampir ke Dagan Legok. Kalau doyan ngopi, tentu akan saya hidangkan kopi...Nyeberang kali kan nyampe ke Palumbungan wetan...

    ReplyDelete