tag:blogger.com,1999:blog-35546357214370480092024-03-05T01:37:21.755-08:00My Little DaddyAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.comBlogger42125tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-34681802904604990422013-08-29T01:48:00.000-07:002013-08-29T01:48:17.310-07:00Ajib, Gaji Anggota DPR Kita Rp.51,5 juta/bulan!<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sepertinya saya mulai menemukan jawaban kenapa pada
musim nyaleg tahun ini begitu banyak caleg yang berambisi duduk di kursi
senayan. Dengan tidak menegasikan beberapa caleg yang memang murni mengusung
idealisme, agaknya faktor gaji menjadi provokator yang super ampuh bagi mereka
yang tengah berjuang untuk lolos ke senayan. Bagaimana tidak, bukankah
mayoritas caleg hanya memasang baliho-baliho, spanduk-spanduk kampanye mereka,
tanpa memberikan atau katakanlah menerangkan konsep program kerja yang akan mereka
lakukan jika terpilih menjadi anggota DPR? Dan bukankah mereka hanya
mengandalkan kekuatan finansial untuk menjadi wakil rakyat? “Ah, bodo amat.
Jika saya adalah salah satu caleg, tentu yang terpenting bagi saya adalah saya
harus terpilih menjadi anggota DPR!”. Soal spanduk-spaduk, baliho-baliho
kampaye yang semakin membuat semrawut keindahan kota dan jalanan, toh ada
Satpol PP, yang memang berfungsi untuk menertibakn spanduk-spanduk, juga
baliho-baliho itu, bukan?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvObQ9rZ5s3aEZXyfAmYWo-6ucyfOERU4vIyvkUd0b7vNulRzM4Yr5I0wZ3heh7-y3O_hM-5hQEt_PteFiMSJBQ-TTyEunV1LkelEvSkLPah_baKiic_BVhocDA2GIqrSWtunnjf7BXho/s1600/dpr+ngiler.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Ajib, Kerjanya Enak Banget si Anggota DPR" border="0" height="170" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvObQ9rZ5s3aEZXyfAmYWo-6ucyfOERU4vIyvkUd0b7vNulRzM4Yr5I0wZ3heh7-y3O_hM-5hQEt_PteFiMSJBQ-TTyEunV1LkelEvSkLPah_baKiic_BVhocDA2GIqrSWtunnjf7BXho/s320/dpr+ngiler.jpg" title="Ajib, Kerjanya Enak Banget si Anggota DPR" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b>Rp. 51,5
juta/bulan Lebih Penting<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No
KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, jumlah total gaji yang diterima per anggota DPR
sebesar Rp.51,5 juta/bulan. Adapun rincian jumlah uang gaji sebesar itu
meliputi gaji Pokok dan Tunjangan, dengan detail seperti berikut;</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Gaji pokok Rp 4,2 juta</li>
<li>Tunjangan istri Rp 420 ribu</li>
<li>Tunjangan anak (2 anak) Rp 168 ribu</li>
<li>Uang sidang/paket Rp 2 juta</li>
<li>Tunjangan jabatan Rp 9,7 juta</li>
<li>Tunjangan beras (4 jiwa) Rp 198 ribu</li>
<li>Tunjangan PPH Pasal 21 Rp 1,729 juta</li>
</ol>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Selain menerima gaji pokok dan tunjangan, anggota
DPR kita juga menerima komponen penerimaan lain-lain sesuai dengan posisi
anggota dewan yang kebetulan menjabat pada posisi alat kelengkapan dewan lainnya.
Sedangkan anggota biasa tanpa jabatan pimpinan alat kelengkapan Dewan, rincian
penerimaan uang lainnya sebagai berikut;</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Tunjangan kehormatan Rp 3,720 juta</li>
<li>Tunjangan komunikasi Rp 14,140 juta</li>
<li>Tunjangan fungsi dan pengawasan anggaran Rp 3,5
juta</li>
<li>Dukungan biaya bagi anggota komisi yang merangkap
menjadi anggota badan/panitia anggaran Rp 1 juta</li>
<li>Bantuan langganan listrik dan telepon Rp 5,5 juta</li>
<li>Biaya penyerapan aspirasi (reses) masyarakat dalam
rangka peningkatan kinerja komunikasi intensif Rp 8,5 juta.</li>
</ol>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dengan demikian, setiap anggota Dewan biasa bisa
membawa pulang gaji Rp 51.567.200 setiap
bulan. “Ajiibb…!!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b>Kinerja/bulan
Tidak Penting<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sebab saya terpilih menjadi anggota DPR karena
mengeluarkan banyak uang, maka saya tidak mempedulikan kinerja menjadi anggota
DPR. Yang penting modal saya cepat kembali. Soal janji-janji saat kampanye, toh
saya yakin konstituen pasti lupa. Lagi pula, saya sudah mebagi-bagi uang kepada
kostituen untuk memilih saya. Saya cukup bicara yang keras pada saat rapat, dan
kalau perlu membanting kursi, sering muncul di tv dan koran, dengan gaya
seolah-olah pro rakyat, cukup bagi saya untuk membuat pemilih saya yakin bahwa
pilihan mereka tepat. Bahkan, menurut saya, kemunculan di media itu lebih
penting ketimbang kemunculan pada saat rapat di DPR. Oh ya, karena modal saya
sudah kembali, dan saya sekarang kelebihan uang, maka saya berikan saja kepada
wanita simpanan saya. Untuk menambah pundi-pundi rupiah, saya juga ikut menjadi
broker bagi proyek-proyek tender. Dan karena saya anggota DPR, rupanya posisi
saya cukup ampuh untuk memenangkan tender. Sekali lagi, soal kinerja, bodo amat!”
itu kata saya kalau menjadi aggota DPR. “Ajiiib…!”. Lalu bagaimana kata anda?
Dan, apakah gaji anda juga ajib, atau anjrit?</div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-37267336353319285582013-08-02T19:27:00.000-07:002013-08-02T19:31:16.007-07:00Lebaran Tahun Ini Saya Tidak Menang<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Inilah Hari kemenangan! Sungguh, hingga detik ini kalimat
tersebut masih terasa absurd bagi saya. Menurut beberapa orang yang katanya
paham betul soal agama, hari kemenangan adalah hari di mana setiap muslim telah
selesai menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Kemenangan tersebut selalu
dikaitkan dengan sebuah pertempuran antara menjalankan ibadah puasa dengan
godaan syaitan yang selalu menggoda setiap muslim untuk tidak berpuasa atau
tidak berbuat sesuatu yang dilarang selama menjalankan ibadah puasa. Benarkah
demikian?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mari kita ke belakang sejenak. Apakah kita yakin
selama berpuasa, kita tidak melakukan hal-hal yang dilarang? Lalu bagaimana
dengan tanggapan kita terhadap orang yang tidak berpuasa? Sadar atau tidak,
kita pasti pernah mengatakan (meski hanya di dalam hati) bahwa orang-orang yang
tidak berpuasa itu adalah golongan syaitan. Terkutuk, pendosa, serta
kalimat-kalimat umpatan lainnya. Atau barangkali kita pernah, dalam obrolan
ringan dengan keluarga di rumah, mengatakan bahwa si A dan si B tidak pernah
puasa. Nah, bukankah yang demikian itu adalah termasuk membicarakan keburukan
orang lain? Dan bukankah kita tahu bahwa membicarakan keburukan orang lain
selama menjalankan ibadah puasa adalah satu perbuatan yang dilarang?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhj4KNM-HWeNnf2XyrVVXfOJFaatDgJJMf3fbAtqmeeoMo_q6M8Uqsdd5hbwBurI1Fuimw6xRXulBa1Gy8QX0cwagw0E5jqLs1tFz41OxaGA2NrMda3Ag7rCdR3aTHLstpt5s26ICsynMk/s1600/ketupat+3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Ketupat lebaran" border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhj4KNM-HWeNnf2XyrVVXfOJFaatDgJJMf3fbAtqmeeoMo_q6M8Uqsdd5hbwBurI1Fuimw6xRXulBa1Gy8QX0cwagw0E5jqLs1tFz41OxaGA2NrMda3Ag7rCdR3aTHLstpt5s26ICsynMk/s320/ketupat+3.jpg" title="Ketupat lebaran" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Bagi saya, semestinya kita tidak perlu bicara soal
hari kemenangan. Sebab, ritual ibadah seperti berpuasa sejatinya adalah
kewajiban. Soal menang atau kalah, itu adalah urusan Tuhan yang tahu persis
bagaimana proses ibadah puasa kita sebenarnya. Akan tetapi, jika para kiai,
ustad, atau orang-orang yang merasa menjadi wakil Tuhan selalu bicara soal hari
kemenangan menjelang hari terakhir bulan ramadhan, maka setahu saya, ciri-ciri
orang yang menang dalam menjalankan ibadah puasa antara lain;</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b>1.Mampu
membeli baju baru<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kaum muslim yang mampu membeli baju baru untuk
lebaran berarti dia menang. Sebab, dia lepas dari gossip para tetangga yang
terkadang bergunjing bahwa hari lebaran koq tidak membeli baju baru? Terlepas
apakah baju yang pernah dibeli pada hari lebaran sebelumnya masih bagus dan
layak dipakai kembali. Pokoknya membeli baju baru! </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b>2.Banyak
hidangan tersaji di ruang tamu<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mempunyai banyak hidangan makanan yang tersaji di
ruang tamu adalah kemenangan berikutnya. Entah kenapa di hari lebaran banyak
kaum muslim yang sebelumnya tidak menyajikan hidangan di ruang tamu, tiba-tiba
di hari lebaran begitu banyak makanan. Jenis makananannya pun terkadang
aneh-aneh.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b>3.Mampu
memberikan angpau kepada saudara<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ciri orang yang menang selanjutnya adalah antri
menukar uang receh di bank untuk dibagi-bagikan kepada sanak famili. Orang
Tionghua menamainya angpau. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b>4.Mampu
mengadakan open house <o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Nah, kalau yang ini namanya kemenangan tingkat
tinggi. Di negeri ini, biasanya hanya pejabat yang mampu mengadakan open house.
Ini benar-benar kemenangan tingkat tinggi. Sebab, hanya segelintir orang saja
yang mampu meraih kemenangan ini.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Nah, demikianlah saudara-saudara. Jika interpretasi
saya mengenai hari kemenangan di atas benar, berarti lebaran tahun ini saya
tidak menang, alias kalah. Jika salah, tolong saya diberitahu apa sebenarnya
hari kemenangan itu. Terlepas menang atau kalah, tidak lupa saya dan keluarga
memohon maaf yang sebesar-besarnya jika tulisan-tulisan yang tersaji di
<a href="http://www.rumahkecilku.com/" target="_blank">rumahkecilku.com</a> banyak menyinggung perasaan saudara. Semata-mata hanya
pengalaman pribadi. Selamat hari lebaran. Semoga lebaran tahun ini sudara
termasuk golongan orang yang menang. Amin! </div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com15tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-66265169617151262992013-07-20T02:29:00.001-07:002013-07-30T10:44:01.297-07:00Tiba-Tiba Saya Menjadi Baby Sister<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tidak terasa sudah sebulan lebih usia si Nabila
Sastra Shakeela, anak kami yang ke dua. Perawan yang lahir tepat di malam Juma’t
Kliwon 31 Mei 2013 silam itu, menggenapi rasa syukur kami kepada Tuhan, setelah
empat tahun usia si bujang <a href="http://www.rumahkecilku.com/2012/11/be-patient-kids.html" target="_blank">Arsyad Averroes</a>. Kami sebut genap karena setelah
diberi anak laki-laki, kami diberi anak perempuan oleh Tuhan. Banyak pengalaman
dan cerita baru yang kami dapatkan ketika merawat bayi berjenis kelamin
perempuan. Salah satunya, pengalaman saya sebagai ayah yang tidak
disangka-sangka harus berurusan dengan keahlian seorang baby sister. Sejauh ini
saya berkesimpulan bahwa mempunyai seorang baby sister itu biasa. Tetapi,
menjadi seorang baby sister itu baru luar biasa. Sejak itu kemudian saya harus
mengacungkan jempol kepada siapapun yang menjadi baby sister karena
keahliannya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pengalaman ini bagi seorang ibu barangkali biasa. Tetapi,
bagi saya, merawat bayi sendiri menjadi pengalaman yang luar biasa. Nah, beberapa
kemampuan baby sister yang saya pelajari secara otodidak (bukan maksud saya untuk menjadikan anak
perempuan saya sebagai kelinci percobaan, lho?) barangkali akan bermanfaat bagi
anda para calon ayah yang tengah menunggu kelahiran sang buah hati. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhI2gC2WDnIRpEj87iW-zcjdVHaqaZ7bKu8FCMZty0e-lBDXCQ_r3563YK12z-0lBPcR8RczLAYjWPByqS4aLX8CQfEQPX96Q2eZc2aZ7C7kQItVq17pAdckFRRgBTdp709AF8stjpY8oI/s1600/nabila.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Nabila Sastra Shakeela" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhI2gC2WDnIRpEj87iW-zcjdVHaqaZ7bKu8FCMZty0e-lBDXCQ_r3563YK12z-0lBPcR8RczLAYjWPByqS4aLX8CQfEQPX96Q2eZc2aZ7C7kQItVq17pAdckFRRgBTdp709AF8stjpY8oI/s1600/nabila.jpg" title="Nabila Sastra Shakeela" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Nabila Sastra Shakeela</td></tr>
</tbody></table>
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Beberapa keahlian yang musti dimiliki oleh seorang
ayah jika ingin merawat anak sendiri tanpa menggunakan jasa baby sister, adalah
sebagai berikut;</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b>Mampu
Memandikan si Bayi<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jika melihat baby sister memandikan bayi, tentu
akan kelihatan mudah. Namun, pada prakteknya ternyata sulit juga. Pertama-tama
siapkan bokor, lalu siapkan air hangat (ingat, air hangat bukan air panas,
nanti malah si bayi gosong). Pegang bagian tengkuk si bayi, lalu perlahan-lahan
usapkan air hangat. Setelah merata, baru kemudian diluluri dengan sabun (ingat,
pake sabun bayi, bukan sabun cuci). Bilas sampai bersih, lalu angkat si bayi
dari dalam bokor.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b>Mampu
Memasang Gurita<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sejak mempunyai anak, saya selalu bertanya kenapa
bayi harus pakai gurita, dan kenapa dinamakan gurita? Jangan ambil pusing
dengan gurita (kecuali gurita cikeas). Siapkan gurita, lalu letakan bayi di
atasnya. Setelah itu, ikatkan jari-jari gurita dari bawah pusar hingga dada
(ingat, jangan kenceng-kenceng, nanti malah si bayi kena penyakit sesak nafas).
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b>Mampu
Memakaikan Baju Bayi<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setelah gurita terpasang, baru kemudian baju si
bayi dikenakan (bukan kepada bapaknya lho). Pada tahap ini, anda harus
berhati-hati sebab anda harus mengangkat sedikit tubuh si bayi, untuk memasukan
lengan baju.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b>Mampu
Memasang Bedhong<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Bedhong? Lagi-lagi saya tidak tahu artinya kata
bedhong. Tetapi intinya, jika si bayi sudah memakai baju, dan celana tentunya,
atau popok bagi bayi yang baru lahir, maka tubuh si bayi dibungkus dengan kain
bedhong (ingat, hanya dari bagian kaki hingga dada yang dibedhong)</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Nah, demikianlah beberapa kemampuan yang harus dimiliki
seorang ayah, jika sewaktu-waktu sang ibu secara mendadak ada kepentingan yang
tidak dapat ditinggalkan, atau barangkali jika tidak mempunyai kemampuan
menggunakan jasa baby sister (sebenarnya ini alasan saya belajar menjadi baby
sister, hehe..) Tapi percayalah, seberat dan sesusah apapun merawat anak, tidak
akan ada bekasnya jika anda menggunakan jasa baby sister. Sebab, sejatinya rasa
kasih saying akan melekat dengan sendirinya kepada anak kita. Atau, jika tidak
mau repot, boleh juga tuch menggunakan jasa saya hehe… </div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-24183298389302664782013-06-16T21:59:00.000-07:002013-06-16T22:07:47.141-07:00Enaknya Jadi Wanita Simpanan Ahmad Fathanah<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Menjadi mafia di
negeri ini memang enak. Selain bergelimang uang dan harta, juga bergelimang
perempuan-perempuan cantik. Terlepas apakah menjadi istri sah atau hanya istri
simpanan, itu soal lain. Dan Ahmad Fathanah, salah satu mafia itu telah
membuktikannya. Apalagi, tersangka kasus daging sapi impor ini berkonspirasi
dengan salah satu partai yang katanya adil dan sejahtera, plus Islami atau Partai
Keadilan Sejahtera (PKS). Betapapun para petinggi PKS membantah bahwa Ahmad
Fathanah bukanlah bagian dari kader PKS, namun publik terlanjur mengetahui
bahwa Ahmad Fathanah adalah mafia yang berjalin dengan PKS. Mendengar nama
Ahmad Fathanah, sama dengan mendengar orang menyebutkan nama PKS. Mendengar
istri-istri cantik, sama dengan mendengar istri-istri Ahmad Fathanah. Mendengar
ada orang beristri lebih dari satu, sama dengan mendengar orang-orang PKS
bicara perempuan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Kasus yang menjerat
Ahmad Fathanah dan PKS ini semakin menebalkan keyakinan saya bahwa tidak ada
gunanya sama sekali memilih PKS, dalam setiap hajatan politik di Indonesia.
Bahkan, lebih jauh lagi, saya selalu memilih <a href="http://www.rumahkecilku.com/2013/05/maaf-saya-golput-di-pilgub-jateng-2013.html" target="_blank">golput</a> seperti pada pemilihan
gubernur Jawa Tengah kemarin. Nah, curhatan
saya kali ini bukan soal politik, akan tetapi soal istri-istri ahmad Fathanah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfId5C8HcP0Ui5X3H0V8ubxweaNh7tykBDB5HzFWA6UQH_MYnE2hd23O2fynaDusHwy4L3SYiPuR176kM2P7w6Jd67q93UCYbVNNcH3xYHtcBJsxGJtwheXB6pBu0sIyol2kDT3yCPXgE/s1600/Vita.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Vitalia Shesya" border="0" height="177" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfId5C8HcP0Ui5X3H0V8ubxweaNh7tykBDB5HzFWA6UQH_MYnE2hd23O2fynaDusHwy4L3SYiPuR176kM2P7w6Jd67q93UCYbVNNcH3xYHtcBJsxGJtwheXB6pBu0sIyol2kDT3yCPXgE/s320/Vita.jpg" title="Vitalia Shesya" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Seperti kita ketahui
dari berbagai media, setidaknya ada 45 perempuan yang berada dilingkaran Ahmad
Fathanah yang entah menjadi istrinya atau tidak, namun yang jelas
perempuan-perempuan tersebut menikmati aliran uang dan harta yang jika
dikalkulasi mencapai miliyaran rupiah. Dan inilah 45 nama perempuan yang santer
disebut-sebut media pemberitaan seperti <a href="http://makassar.tribunnews.com/mobile/index.php/2013/05/23/inilah-45-wanita-yang-terima-duit-dari-ahmad-fathanah" target="_blank">Tribunnews.com</a> sebagai perempuan yang turut menikmati uang dan
harta dari Ahmad Fathanah.<o:p></o:p></span></div>
<ol>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Dewi Kirana</b>: Rp156
juta lewat BCA sebanyak 30 kali, per 16 Maret 2004-14 Oktober2005. Rp 6,75 juta
lewat BCA, empat kali, per 9 Februari 2004-15 Juni 2005. Rp265 juta lewat Bank
Mandiri, delapan kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Yulia Puspitasari</b>:
Rp 110 juta lewat Bank Mandiri, satu kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Evi Anggraini:</b> Rp
525 juta lewat Bank Mandiri, tiga kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013, PT
Swakarya Adi Indah. Dan Rp600 juta lewat Bank Mandiri, 12 kali.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Ade Raechani:</b> Rp 6
juta lewat BCA, tiga kali, per 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Amelia Oktrivina</b>: Rp
30 juta lewat BCA, satu kali, per 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Andi Marniaty</b>: Rp
47,5 juta lewat BCA, tujuh kali, per 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Fatimah Samsi:</b>
Rp16,5 juta lewat BCA, delapan kali, per 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>G Irena Wiradiputri</b>:
Rp11,7 juta lewat BCA, satu kali, per 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Elly</b>: Rp64,5 juta
lewat BCA, dua kali, per 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Mimin Mintarsih:</b> Rp
7,25 juta lewat BCA, per 16 Maret 2004-14 Oktober 2005. Rp14,875 juta lewat
BCA, satu kali, per 9 Februari 2004-15 Juni 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Nurmala Sari Dewi</b>:
Rp 1,1 juta lewat BCA, satu kali, 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Hanny Surawati:</b> Rp
3,5 juta lewat BCA, dua kali, per 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Kiki Rizki Amalia</b>:
Rp 7,5 juta lewat Bank BCA, dua kali, per 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Eveline J</b>: Rp 4,25
juta lewat BCA, satu kali, 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Rina Remilya</b>: Rp 120
juta lewat BCA, sembilan kali, 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Novia Ardhanariswa</b>:
Rp 128,5 juta lewat BCA, delapan kali, per 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Rika Setiati:</b> Rp5
juta lewat BCA, dua kali, 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Siti Asmala,</b> Staf PT
Winara Sabena, Konsultan Penilai: Rp 496 juta lewat BCA, 47 kali, 16 Maret 2004
-14 oktober 2005. Dan Rp 28,5 juta lewat BCA, dua kali, per 9 Februari 2004-15
Juni 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Soleha</b>: Rp 13,7 juta
lewat BCA, tiga kali, 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Virdavid Chandra</b>: Rp
725 juta lewat BCA, satu kali, 16 Maret 2004 -14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Yuandi Tjandra</b>: Rp
9,4 juta lewat BCA, dua kali, 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Sukesi</b>: Rp 52 juta
lewat BCA, tiga kali, 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Yulaikha S Bany</b>: Rp
3,15 juta lewat BCA, satu kali, 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Yulia Rivani Yusuf</b>:
Rp10 juta lewat BCA, satu kali, 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Wiwik Ermanto</b>: Rp
500 juta lewat (data error), satu kali, 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Shela Aprilliana</b>: Rp
3 juta lewat BCA, satu kali, 16 Maret 2004-14 Oktober 2005.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Amel Fadly</b>,
wiraswasta, CV Dana, diduga adik Fathanah, Rp 1,271 miliar lewat Bank Mandiri,
dua kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Vivi Rosita Polandi</b>:
Rp 100 juta lewat Bank Mandiri, dua kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.
Rp 50 juta lewat Bank Mandiri, dua kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Amalia Malik</b>: Rp 372
juta lewat Bank Mandiri, delapan kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Putri Devani
Kusumasari</b>: Rp 150 juta lewat Bank Mandiri, satu kali, per 1 Januari 2011-1
Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Fitri:</b> Rp 90 juta
lewat Bank Mandiri, satu kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Dian Cendayani</b>: Rp
50 juta lewat Bank Mandiri, satu kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Etti Sukaeti:</b> Rp 45
juta lewat Bank Mandiri, satu kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Linda Silviana</b>,
profesional/dokter di RSUD Sabang, Istri Ahmad Zaky kader PKS, satu kali, Rp
1,025 miliar.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Dewi Akmalia</b>: Rp 150
juta lewat Bank Mandiri, tiga kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Maryano</b>: Rp 24,9
juta lewat Bank Mandiri, satu kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Ruliana Rebecca:</b> Rp
46 juta lewat Bank Mandiri, satu kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Sefti Sanustika</b>: Rp
269 juta lewat Bank Mandiri, sembilan kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Srikandi Rohani</b>: Rp
50 juta lewat Bank Mandiri, satu kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Tri Kurnia Rahayu:</b>
Rp 35 juta lewat Bank Mandiri, satu kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Surtini Gulyanti</b>, Rp
17 juta lewat Bank Mandiri, enam kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Yulia Puspitasari R
Sose</b>: Rp 170 juta lewat Bank Mandiri, empat kali, per 1 Januari 2011-1 Februari
2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Elsya Putri
Adiyanti</b>, 20 tahun, wiraswasta: Mandiri overbooking Rp 2 miliar lewat Bank
Mandiri, dua kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Erna Komalaningrum:</b>
Rp 25 juta lewat Bank Mandiri, satu kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
<li><span style="font-size: 12pt;"><b>Erna: </b>Rp 53 juta
lewat Bank Mandiri, satu kali, per 1 Januari 2011-1 Februari 2013.</span></li>
</ol>
<div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Hemm, adakah
nama-nama anda tercantum di daftar penerima aliran dana dari Ahmad Fathanah? <o:p></o:p></span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com19tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-35928852821402884732013-05-21T18:42:00.000-07:002013-05-21T18:42:50.497-07:00Maaf, Saya Golput di Pilgub Jateng 2013<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Beberapa waktu lalu
saya menulis tentang mimpi <a href="http://www.rumahkecilku.com/2013/05/mimpi-mewawancarai-bupati-purbalingga.html" target="_blank">mewawancarai bupati Purbalingga</a>. Sebenarnya saya
berharap mimpi itu akan berlanjut mengingat masih banyak hal yang mesti saya
tanyakan kepada bupati Purbalingga, Heru Sudjatmoko yang kebetulan mencalonkan
diri sebagai wakil gubernur Jawa Tengah pada Pilgub tahun ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Waktu berlalu dan
tidak terasa sebentar lagi Pilgub Jateng akan segera di selenggarakan. Pada
Pilgub Jateng tahun ini, saya telah memutuskan untuk tidak menggunakan hak
suara saya untuk memilih. Masyarakat mengenalnya dengan istilah Golongan Putih
(Golput). Keputusan saya untuk Golput bukan tanpa pemikiran yang mendasar. Ada beberapa
alasan yang kemudian membuat saya memutuskan untuk melakukan tindakan yang
menurut para politikus itu bukan tindakan yang bertanggungjawab, dan tidak
mencerminkan sikap yang baik sebagai warga Negara. Saya menolak pendapat ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Inilah beberapa alasan
saya kenapa saya lebih memilih untuk golput;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><span style="font-size: 12.0pt;">Pertama</span></b><span style="font-size: 12.0pt;">, Tiga
calon pasangan gubernur Jateng 2013 ini, semuanya pernah menjadi pejabat. Selama
menjabat, saya tidak merasakan perubahan yang mendasar di beberapa aspek sosial
seperti ekonomi, pendidikan, budaya, pekerjaan, dan infrastruktur. Silahkan baca
tulisan <a href="http://www.rumahkecilku.com/2013/03/sepenggal-dongeng-negeri-susu.html" target="_blank">sepenggal dongeng negeri susu</a>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><span style="font-size: 12.0pt;">Kedua</span></b><span style="font-size: 12.0pt;">, Khusus
untuk Heru Sudjatmoko yang kebetulan masih menjabat sebagai bupati Purbalingga,
saya masih ingat betul beberapa janji yang dia ucapkan saat kampanye dalam
pemilukada Purbalingga beberapa tahun yang lalu. Dan, hingga dia mencalonkan
diri sebagai wakil gubernur Jateng 2013, janji-janjinya itu belum dipenuhi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><span style="font-size: 12.0pt;">Ketiga</span></b><span style="font-size: 12.0pt;">, Sudah
bukan rahasia lagi jika para calon gubernur itu berlomba-lomba mengambil simpati,
bahkan hingga menjilat pantat rakyat sekalipun mereka lakukan demi mendulang
suara. Tetapi lihatlah apa yang mereka lakukan ketika sudah terpilih. Jangankan
mendekati rakyat. Berfikir untuk kepentingan rakyat pun saya kira tidak. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><span style="font-size: 12.0pt;">Keempat</span></b><span style="font-size: 12.0pt;">, Beberapa
waktu lalu saya berdiskusi dengan beberapa pendukung dan tim sukses salah satu
calon gubernur Jateng 2013 di group facebook. Mereka bicara bahwa calon yang
merekalah yang paling tepat untuk memimpin Jateng 5 tahun mendatang. Namun ketika
saya beberkan fakta mengenai keadaan di masyarakat yang sesungguhnya, mereka
diam. Inilah indikasi bahwa pendukung dan tim sukses itu semata-mata hanya
mencari nafkah dalam mendukung calon mereka. Orang banyumas menyebutnya <i>nggolang.<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgM-8Gv1nhz2bcvUTiRBxMADHqRTofq9sw0akUA1k8RMt-TYUuxkxmlLPti7CsgBGrT4BOvklVqy300lA44hpSHybrmzvCu2IeujVeevzw7i6XRaZC7UJhwzB7-u4fVlXDDf6m5j0iFE4/s1600/golputku.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Golput" border="0" height="231" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgM-8Gv1nhz2bcvUTiRBxMADHqRTofq9sw0akUA1k8RMt-TYUuxkxmlLPti7CsgBGrT4BOvklVqy300lA44hpSHybrmzvCu2IeujVeevzw7i6XRaZC7UJhwzB7-u4fVlXDDf6m5j0iFE4/s320/golputku.jpg" title="Golput" width="320" /></a></i></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Itulah empat alasan
yang menguatkan saya untuk golput. Jika ada pengunjung blog ini yang kebetulan
menjadi pendukung atau tim sukses salah satu calon gubernur Jawa Tengah 2013
ini, tolong berikan jawaban apakah alasan saya untuk golput itu secara politis
logis atau tidak. Buat para sahabat blogger, saya tidak sedang menyarankan
sobat untuk golput. Namun, adakah pilihan terbaik dalam setiap moment politik
selain pilihan untuk golput? Piss…<o:p></o:p></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com17tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-63731562917300431482013-05-03T04:44:00.000-07:002013-05-03T04:44:01.303-07:00Mimpi Mewawancarai Bupati Purbalingga<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Tidak seperti malam
biasanya, malam tadi benar-benar malam yang panjang. Entah kenapa saya bermimpi
mewawancarai bupati Purbalingga, Bapak Heru Sudjatmoko, yang akhir-akhir ini foto-fotonya
tersebar di seantero pelosok Purbalingga khususnya, dan Jawa Tengah pada
umumnya dengan senyum manis menyapa siapapun yang memandanginya, tanpa lelah
dua puluh empat jam nonstop bahkan lebih. Padahal, saya tidak pernah
berangan-angan bertemu dengan Pak Bupati, selain hanya rasa kesal terhadapnya
karena motor kreditan saya satu-satunya, (dan belum lunas tetunya) rusak
gara-gara lubang yang menganga di sepanjang jalan-jalan di Purbalingga. Atau
mungkin barangkali karena rasa kesal itu lah, mimpi membawa saya bertemu dengan
Pak Bupati. Maklum, keluhan-keluhan masyarakat tentang jalan yang rusak di koran-koran
itu sepertiya tidak digubris sama sekali. Akan tetapi, meski hanya di dalam
mimpi, saya cukup senang bisa bertemu orang nomor satu di Purbalingga itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Nah, sebelumnya saya
pernah menulis tentang <a href="http://www.rumahkecilku.com/2013/03/sepenggal-dongeng-negeri-susu.html" target="_blank">Dongeng Negeri Susu</a> yang substasinya sedikit menyinggung
soal infrastruktur kabupaten Purbalingga, yang semakin hari semakin parah
kerusakannya. Pada kesempatan kali ini, saya akan menuliskan tentang hasil
wawancara saya dengan Bapak Bupati Purbalingga dalam mimpi yang saya alami malam
tadi. Berikut hasil wawancara saya dengan beliau.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDIbnu9X1WgZanaCDb3ub7u4xImKJzRS4L9KruPXCFUOW2CLrHQFuWX0_gzxG_zzflCQGWPDR02TuPwOrHcYUS5P6Mx0LiYo7c0BvDpc5fSF63jHtYrQA8BvR5gF1IHixRUVRrXG95Tr8/s1600/heru+pic.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Bupati Purbalingga" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDIbnu9X1WgZanaCDb3ub7u4xImKJzRS4L9KruPXCFUOW2CLrHQFuWX0_gzxG_zzflCQGWPDR02TuPwOrHcYUS5P6Mx0LiYo7c0BvDpc5fSF63jHtYrQA8BvR5gF1IHixRUVRrXG95Tr8/s320/heru+pic.jpg" title="Bupati Purbalingga" width="213" /></a></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><span style="font-size: 12.0pt;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><span style="font-size: 12.0pt;">(H) : Heru
Sudjatmoko<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><span style="font-size: 12.0pt;">(S) : Saya<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Selamat malam Pak
Bupati? Apa kabar, sehat?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Selamat
malam mas, alhamdulilah saya dalam keadaan sehat selalu<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Bagaimana rasanya
jadi Bupati Purbalingga, Pak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Wah, jadi
Bupati Purbalingga itu enak mas? Enak banget.<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Bisa diceritakan
Pak, enaknya itu seperti apa?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Gimana yah
Mas, pokoknya enak lah, rasanya itu melebihi mendoan anget. Ya gimana gitu?<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Kongkritnya
bagaimana Pak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: hahaha….<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Koq ketawa Pak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H:Becanda
mas, jadi orang itu jangan terlalu serius begitu. Seperti saya ini, jadi bupati
yang nggak serius-serius amat. <o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Maksud Bapak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Kalau
serius nanti cepat tua mas, kalau cepat tua kan nggak bisa nyalon wakil
gubernur. Hehe…<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Sekarang serius
Pak, saya mau tanya soal banyak kondisi jalan yang rusak di Purbalingga itu
bagaimana Pak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Lho, koq
anda yang sewot? Lha wong rakyat yang memilih saya jadi bupati saja diam koq,
nggak ngeluh kayak sampean? Lagi pula jalan-jalan yang berlubang itu kan jalan
propinsi mas, bukan jalan kabupaten. Jadi itu urusan pemprov Jateng dong mas,
bukan urusan saya? <o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Tapi motor saya
rusak gara-gara sering masuk lubang di jalan-jalan itu pak, padahal motor
kreditan lho pak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Itu salah
sampean Mas, udah tau ada lubang diterjang aja. Ya rusaklah motor sampean itu?<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Tapi tidak hanya
saya pak yang sering jatuh?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Ah,
sampean jangan bohong, lha wong selama ini nggak ada yang menyampaikan hal itu
kepada saya koq? Bagaimana saya mau percaya? <o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Bener nich, pak?
Bahkan ada yang mati koq gara-gara jalan berlubang itu? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: What? Are
you serious, dude? Kalau itu benar, ya itung-itung ngurangin jumlah
penduduklah, Mas?<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Okelah kalau
beg…begitu, Pak? Sekarang saya mau nanya soal pencalonan bapak sebagai wakil
gubernur. Bagaimana perasaan bapak setelah mendapat rekomendasi DPP PDIP untuk
mendampingi Pak Ganjar Pranowo maju dalam perebutan kursi nomor satu di Jawa
Tengah ini pak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H:
Alhamdulilah yah? Perasaan saya ya gimana yah, pokoknya kalau kata Syahrini
itu, cetarrr banget dech? Nggak nyangka aja, bisa ngalahin bu Rustriningsih.<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Apa yang akan
bapak lakukan jika menang dalam Pilgub Jatenga nanti?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Yang
pertama dan paling utama saya lakukan ya saya akan mencoba memberikan
kontribusi buat PDIP mas, soalnya saya belum bisa ngasih apa-apa buat partai
yang telah membesarkan saya. Saya jadi bupati Purbalingga juga berkat PDIP,
terpilih menjadi calon wakil gubernur juga karena PDIP. Maka wajar dong, jika
terpilih nanti saya akan memberikan sesuatu kepada partai. Semacam ucapan
terima kasih lah mas? <o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Bukannya yang
pertama harus dilakukan adalah untuk rakyat yang memilih bapak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Rakyat
baik-baik saja koq mas, terutama rakyat Purbalingga. Mereka itu manut, nurut,
dan tidak banyak protes. Jarang lho mas ada rakyat model yang kaya gini?
Untungnya rakyat yang kayak sampean ini jarang lho mas, kalau semua rakyat
Purbalingga seperti sampean, yang suka ngritik, seneng ngeluh, suka menulis keburukan
orang di blog, maka menjadi bupati Purbalingga itu pasti nggak enak mas?<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Bapak yakin akan
terpilih pada Pilgub nanti?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Tentu saya
harus yakin mas? Siapa tau kalau terpilih nanti saya bisa memperbaiki
jalan-jalan berlubang yang sampean keluhkan itu.<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Jadi harus nunggu
menjadi wakil gubernur dulu untuk memperbaiki jala rusak itu ya pak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Ya iyalah?
Kamu tau mas, kenapa saya biarkan jalan itu tetap rusak?<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Kata bapak karena
itu bukan kewenangan bapak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Selain itu
mas, jalan-jalan itu malah bagus kalau rusaknya semakin parah. Sebab jika
jalan-jalan itu semakin parah, maka itu pertanda gubernur Jateng yang sekarang
telah gagal membangun Jawa Tengah. Lha wong terbukti gagal koq mau maju lagi
jadi gubernur? Wagu, kan mas? Hehe…<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Oh, jadi jalan
rusak itu juga bisa jadi jualan saat kampanye ya Pak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Ya iyalah,
masa ya iya dong? Itu sudah jadi rahasia umum mas? Jalan rusak itu adalah komoditas
kampanye yang paling mujarab. Itu terbukti dengan banyaknya pejabat daerah yang
terpilih gara-gara jualan isu jalan rusak. Setelah terpilih, mau benerin jalan
atau tidak itu soal lain mas? Yang penting rakyat tidak demo. Lagian demo itu
kan nggak baik mas? <o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Ternyata bapak
orangnya cerdas yah?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H:Baru tau
yah mas? <o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Banyak kalangan
yang menyesalkan bapak nyalon wakil gubernur lho Pak? Katanya, seharusnya bapak
lebih memperhatikan dulu kesejahteraan masyarakat Purbalingga, terutama
pembenahan di sektor infrastruktur?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Jangan
bohong mas? Nggak ada tuh suara-suara yang kaya gituan. Kalaupun ada, itu
pastilah pendukung calon lain yang ingin menyudutkan saya. Jangan bikin isyu
mas? Sampean ini wartawan bodrek yah?<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Bukan bodrek pak,
tapi paramek.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Saya kira
bintang tujuh, hehe…<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Ada pesan terahir
pak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H:Emangnya
saya mau mati mas, dimintai pesan terahir segala!<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Maksud saya pesan
kepada masyarakat Purbalingga sebelum nanti bapak benar-benar bertarung di
gelanggang Pilgub Jateng?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Pesan
saya, semoga masyarakat Purbalingga yang saya cintai dapat menggunakan hak
suaranya untuk memilih saya. Dan semoga meraka tidak menjadi seperti sampean.
Karena saya yakin sampean ini jenis orang yang berbahaya bagi ketentraman
masyarakat dan kekuasaan, dan berpotensi mengajak masyarakat untuk golput.
Lebih baik sampean ini ngeblog saja mas…?<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Terima kasih,
Pak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><i><span style="font-size: 12.0pt;">H: Sama-sama
mas wartawan blogger? Oh ya, tulis juga dong calon gubernur yang lain? Biar
masyarakat Jateng sama-sama tahu? Nanti kalau cuma saya yang ditulis takutnya
calon lain nggak kebagian suara mas?<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">S: Wani Piro???<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Sebenarnya masih
banyak yang ingin saya tanyakan ke pak bupati, namun gara-gara si kecil terjaga
dari tidurnya, akhirnya mimpi yang rasanya menurut saya lebih indah dari
sekedar mimpi basah itu pun, harus selesai. Demikian lah para pembaca yang
budiman, hasil wawancara saya dengan calon wakil gubernur Jawa Tengah yang juga
masih aktif menjabat sebagai bupati Purbalingga. Sekali lagi apa yang saya
paparkan hanya mimpi belaka. Jika ada pihak-pihak yang merasa tersinggung,
lebih baik jangan percaya dengan sebuah mimpi. Jikalau ingin berdiskusi soal
mimpi saya itu, saya siap melayaninya. Terima kasih. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;"> <o:p></o:p></span></div>
<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com16tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-69618050340543741382013-04-16T01:23:00.001-07:002013-04-16T01:23:42.316-07:00Pak Haji dan Ibu Hajah<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Tiga hari yang lalu,
saya menerima telepon dari seorang wanita yang menanyakan kiriman majalah yang
sudah dua bulan belum dikirim. Dengan intonasi suara yang meninggi, saya dapat
menyimpulkan bahwa si wanita ini sedang naik pitam. Bicaranya tidak bisa saya
sela. Karena dia terus bicara, maka saya hanya menjawab; ya bu? ya bu? ya bu? sepanjang
ia bicara. Karena saya bukan bagian distribusi, maka saya mengatakan kepada si
penelpon tadi bahwa saya akan segera mengkonfirmasikan kepada bagian distribusi
sembari memohon maaf atas ketidaknyamanan pelayanan kami. Sebelum telpon
ditutup, saya sempat menanyakan siapa nama si penelpon dan alamatnya. Dengan
cepat ia mejawab; saya ibu hajah titik-titik (saya lupa namanya karena dia
begitu cepat bicaranya) tinggal di Kober, Purwokerto. Tadinya saya mau
mengakhiri pembicaraan via telepon ini dengan salam, namun ia menutup telepon
begitu saja. Sejujurnya saya agak kesal juga, namun sepertinya si penelpon ini
pelanggan yang tetap setia dengan produk majalah kami. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYQiA-1-OefBHQAQo0u14RFtseWStVAWz2ya9yCJhMtP2jHFDL0_3CXtmfAWL-pCUCU4P2PLXFQBIFaYbhswLfQra39gOH9IEDp3a7Gpmi9KDHhI6IefiaxO4ns4DRNo430NCiSo3fMuI/s1600/Haji+Muhidin.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="259" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYQiA-1-OefBHQAQo0u14RFtseWStVAWz2ya9yCJhMtP2jHFDL0_3CXtmfAWL-pCUCU4P2PLXFQBIFaYbhswLfQra39gOH9IEDp3a7Gpmi9KDHhI6IefiaxO4ns4DRNo430NCiSo3fMuI/s320/Haji+Muhidin.JPG" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Nah, tulisan ini
terinspirasi dari kejadian tersebut. Namun, sebelum sobat lebih jauh membaca
refleksi ini, saya memohon maaf jika ada pihak-pihak yang merasa tersinggung
dengan pengalaman saya ini. Sebab, setiap orang pasti mempunyai sudut pandang
masing-masing dalam menganalisa dan menilai sebuah peristiwa. Dan postingan ini
merupakan sudut pandang saya sendiri. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Begini, ketika saya
menanyakan nama si penelpon pada peristiwa di atas, ia sempat menjawab; saya
ibu hajah titik-titik (saya ingatnya cuma ibu hajahnya, sedang namanya saya
lupa). Karena saya agak kesal juga, maka kemudian secara reaksioner saya
membatin; hajah koq seperti itu!! Lantas saya bertanya pada diri saya sendiri;
apakah cara orang tersebut menjawab namanya dengan sebutan hajah adalah cermin
haji yang mabrur?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Saya sendiri tidak
tahu persis sejarahnya kenapa orang Indonesia melabelkan huruf H dan Hj di
depan nama para pemeluk Islam yang kebetulan pernah menunaikan ibadah haji.
Hanya menurut hemat saya, seharusnya tidak perlu ada label H tau Hj di depan
nama seorang muslim yang telah menunaikan ibadah haji. Sebab, pelabelan
tersebut terkesan memamerkan ibadah hajinya. Padahal, saya yakin beribadah itu
tidak boleh dipamerkan. Menunaikan haji merupakan bentuk ibadah yang privat
bagi seseorang kepada Tuhannya atau dalam bahasa Arabnya habluminallah.
Artinya, mabrur atau tidakya hanya Tuhan saja yang tahu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Selanjutnya, selain
terkesan memamerkan, pelabelan H atau Hj di depan nama seseorang yang telah
menunaikan ibadah haji juga berimplikasi luas secara sosial. Sebab, masyarakat
kita terlanjur menilai label H atau Hj tersebut merupakan simbol kesempurnaan
seorang pemeluk agama Islam. Maka menjadi wajar jika masyarakat menjastis bahwa
seorang haji atau hajjah, adalah orang yang sempurna dan tidak boleh salah.
Padahal menurut saya, jangankan haji, nabi saja pernah melakukan kesalahan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Implikasi sosial
lainnya atas pelabelan H atau Hj tersebut adalah semakin membuat citra agama Islam
menjadi buruk. Maaf, jangan marah dulu sob. Begini, apakah sobat selaku pemeluk
Islam akan marah jika saya mengatakan bahwa mayoritas koruptor di negeri ini
adalah beragama Islam? dan banyak dari mereka yang bertitel haji atau hajjah?
Kalau sobat marah, inilah yang saya maksud dengan pelabelan H atau Hj akan
membuat buruk citra agama Islam. Sebab, banyak sekali pemeluk Islam atau bahkan
non Islam sekalipun yang menilai keburukan seseorang hanya dari label H atau Hj
saja. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Lalu apakah jika
budaya melabelkan H atau Hj di depan nama seseorang yang telah berhaji tersebut
dimusnahkan akan serta merta mengurangi makna ibadah haji seseorang? Saya pikir
tidak. Karena itu, semestinya orang yang menelpon saya di atas tidak
menyebutkan label Hajjahnya. Sebab kentara sekali dia sedang memamerkan labelny
itu kepada saya. Dan sekali lagi, pada kasus ini saya hanya bertanya nama dan
alamat. Ini memang hal sepele. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Kesimpulaya, saya
sangat sepakat jika label atau title Haji dan Hajjah tidak disematkan di depan
nama seseorang yang telah menunaikan ibadah haji. Kedua, sudah waktunya Kementrian
Agama (Kemenag) sebagai otoritas yang mengeluarkan label tersebut memperhatikan
hal sepele ini jika tidak ingin citra Islam semakin buruk . Yang terakhir,
banyaknya jumlah haji atau hajjah di Indonesia ternyata tidak berpengaruh
kepada kualitas kehidupan umat Islam di Indonesia. Bagaimana dengan sudut
pandang sobat? <o:p></o:p></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com14tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-51568988403275371002013-03-31T21:02:00.001-07:002013-03-31T21:02:28.470-07:00Sepenggal Dongeng Negeri Susu <br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Ini tentang
sepenggal dongeng kemakmuran dari sebuah negeri bernama Negeri Susus. Konon,
negeri susu adalah negeri yang terkenal dengan kekayaan sumber daya alamnya.
Tak heran, dalam sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah negeri susu tersebut,
guru-gurunya selalu mendoktrin dan menanamkan kebanggaan pada siswa-siswinya
bahwa hanya negeri susu lah negeri yang paling kaya di dunia, sehingga wajar
jika negeri-negeri dari utara berlomba-lomba menjarah kekayaan alamnya. Tersebutlah
panglima-panglima penjajah dari negeri utara macam Jorge de Albuquerque, Jan Pieterzoon
Coen, Herman Willem Daendles, dan si hara kiri Masaharu Homma<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Sebelum para penjajah
itu menjarah, Kehidupan rakyat negeri susu tenteram dan makmur serta sangat
subur tanahnya. Lautan yang mengelilingingya adalah lautan susu. Kail dan jala
cukup menghidupi para nelayannya. Lautan
susu yang membentang itu, tak berbadai tak bertopan. Bahkan konon ikan dan
udang menghampiri para nelayan. Orang-orang pada bilang bahwa tanah negeri susu
adalah tanah surga. Dimana tongkat kayu dan batu jadi tanaman.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Sekali lagi ini
tentang sepenggal dongeng dari negeri susu. Seperti yang diajarkan oleh guru bahasa
kita, dongeng hanyalah cerita fiksi belaka. Pengantar si kecil agar segera
terlena dan cepat-cepat bermimpi. Setelah itu bangun dipagi hari, dan menjumpai
bahwa apa yang di dengar dari dongeng sang ibu sesungguhnya hanya sebuah
kebohongan. Meski begitu, si kecil tak pernah bosan dan tak mau jera terus
dibohongi dongeng-dongeng dari ibu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Ini persis seperti
yang terjadi di negeri kami, negeri Indonesia. Meski kami sadar bahwa dongeng
kemakmuran, ketentraman, dan kesejahteraan hanyalah bohong semata, namun
anehnya kami masih saja mau dibohongi, senang didongengi tentang dongeng yang
kadang-kadang kedengarannya aneh. Dan rupanya, penguasa negeri kami, negeri
Indonesia, sangat suka mendongeng. Hebatnya, dongeng-dongeng yang aneh tentang jaminan
pekerjaan, jaminan kesehatan, kesamaan hukum, dan pembangunan fasilitas umum,
dapat dibaca di koran-koran, di televisi, dan di baliho-baliho. Dengan demikian,
maka si penguasa ini tak perlu repot-repot lagi untuk membacakan dongengnya
bagi si rakyat. Cukup mendirikan gedung sekolah, mewajibkan wajib belajar, dan
mengajari baca tulis, sehingga mereka dapat membaca dongeng yang banyak
berserakan di mana-mana.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Sekali lagi ini
hanya dongeng atau semacam cerita fiksi. Cerita yang sebenarnya adalah tersirat
dalam foto-foto fasilitas umum di negeri ini, negeri Indonesia, seperti
foto-foto di bawah ini. Lihat dan simpulkanlah sendiri. Sebab, penguasa negeri
ini akan terus mendongeng hingga mereka mati. Atau kita yang mati duluan karena
lubang-lubang menganga di jalanan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5lWN_4fmBoOfNC68kh5uzA9Jv_oUPCYZ7ULO0iZ_91IuIyec4VxjNdPniD5Pr1ad906h-2sTxJHAxt7czJomzhBuJHvQ6WGd65wYDCwCFW1EV7MIc66CICH_Iefd63D55UMsAM5dVUD8/s1600/1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5lWN_4fmBoOfNC68kh5uzA9Jv_oUPCYZ7ULO0iZ_91IuIyec4VxjNdPniD5Pr1ad906h-2sTxJHAxt7czJomzhBuJHvQ6WGd65wYDCwCFW1EV7MIc66CICH_Iefd63D55UMsAM5dVUD8/s400/1.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kondisi Jalan di Kecamatan Gandrung Cilacap. Foto Kang Suratno Kenthus</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0A5Xji1nVRjICSF1VfGE04NruGCGXpjri2trrqe1YykG5-XIQ55uruL7rYNQX_9ILyEAqM0zr3MtY9ABYZJfnpytV1DR1sHp0XiXCKdJ_5O_1FYfsBSCRHq6MYPJFu-S4BQ14XhjhrlE/s1600/2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0A5Xji1nVRjICSF1VfGE04NruGCGXpjri2trrqe1YykG5-XIQ55uruL7rYNQX_9ILyEAqM0zr3MtY9ABYZJfnpytV1DR1sHp0XiXCKdJ_5O_1FYfsBSCRHq6MYPJFu-S4BQ14XhjhrlE/s400/2.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Masih di kecamatan Gandrung Cilacap. Foto Kang Suratno Kenthus</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPFK74J3p4HzVtXUqiZRp2I6BhFO8jJEkcVUJo8ksGg89IQvHYtYzf5QHYgXvdG3brarc6zb99Pt7N4JDjtOy1eNfCuSM1EiEypHD7jHFXyMWoI5CtKhPxF72CsvhyphenhyphenJtWIyZ-lpcU18D4/s1600/3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPFK74J3p4HzVtXUqiZRp2I6BhFO8jJEkcVUJo8ksGg89IQvHYtYzf5QHYgXvdG3brarc6zb99Pt7N4JDjtOy1eNfCuSM1EiEypHD7jHFXyMWoI5CtKhPxF72CsvhyphenhyphenJtWIyZ-lpcU18D4/s400/3.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ini juga jalan di kecamatan Gandrung Cilacap. Foto Kang Suratno Kenthus</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixfgmjrVgybH0BQkB2Hz4zHhqasoQZ8NuYMB96022i7hQrcRiiJFVSXhg63Ehn9WxdaS3Rpbz8paPP6fxba7MYRc2nRR3qhvdCodoc_kZz7duXU_pLfkLsdDB8kKTzbo1Z6IWiSk7cV7o/s1600/jalan+berlubang+(1).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixfgmjrVgybH0BQkB2Hz4zHhqasoQZ8NuYMB96022i7hQrcRiiJFVSXhg63Ehn9WxdaS3Rpbz8paPP6fxba7MYRc2nRR3qhvdCodoc_kZz7duXU_pLfkLsdDB8kKTzbo1Z6IWiSk7cV7o/s400/jalan+berlubang+(1).jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ini kondisi jalan di kecamatan Mrebet Purbalingga. Foto koleksi pribadi</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiy1RqfRzkwZtzFwJfDeFxQJ9SGrcx80V0g0Uj5qLvA-JOFHdIqDIeil0lVJoecLQ_imAtuC27bb3MIAcN3UcBnbqQX_ZGpAY554T-6RxI3DaVJBcvI3CcUC5V-39QMY1x8xMmRAGsQ-CU/s1600/jalan+berlubang+(10).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiy1RqfRzkwZtzFwJfDeFxQJ9SGrcx80V0g0Uj5qLvA-JOFHdIqDIeil0lVJoecLQ_imAtuC27bb3MIAcN3UcBnbqQX_ZGpAY554T-6RxI3DaVJBcvI3CcUC5V-39QMY1x8xMmRAGsQ-CU/s400/jalan+berlubang+(10).jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kedalaman lubang mencapai 25 cm lebih</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxOT2Kp9I8tyfL3vPFr2dSmAG4ACMQAXN3dfuavchHDBvRoKPq_pBT-0Y7Su9n_pkovo7ggpcPod7SVPDGez52eZmG-yU3HZCivxhPfsIgph7SyanwQTradzwZBzUrvTEiVnFNc0_V1Z8/s1600/jalan+berlubang+(11).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxOT2Kp9I8tyfL3vPFr2dSmAG4ACMQAXN3dfuavchHDBvRoKPq_pBT-0Y7Su9n_pkovo7ggpcPod7SVPDGez52eZmG-yU3HZCivxhPfsIgph7SyanwQTradzwZBzUrvTEiVnFNc0_V1Z8/s400/jalan+berlubang+(11).jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Mesti harus waspada</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYAG5XmNQWncVcGo22g0OjnO8AwVIqIoURHXjBG6K2nu1IP_SsuXCYGuzHx03sKUxUK4zoZ3oDWBcL7YNQQEqD4_OgfFnoRRU1r__8SFIOr5U9IaLauY0OAYJMRxKsUQbf4lzf5A2kDsQ/s1600/jalan+berlubang+(13).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYAG5XmNQWncVcGo22g0OjnO8AwVIqIoURHXjBG6K2nu1IP_SsuXCYGuzHx03sKUxUK4zoZ3oDWBcL7YNQQEqD4_OgfFnoRRU1r__8SFIOr5U9IaLauY0OAYJMRxKsUQbf4lzf5A2kDsQ/s400/jalan+berlubang+(13).jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kerap terjadi kecelakaan</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikrt6Kbl_HQa79ZhtRfAgtO6rg7b0ccyX9kq8aToIamRhHH_Lu9pbZSkNqTjsMfziA6_86MWkaiglwmAlrrBCyIOEyq1uCmf2XsENRJ8t7Xwf8POIvJy6EufSIttC07jqd2jpETKReRz0/s1600/jalan+berlubang+(17).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikrt6Kbl_HQa79ZhtRfAgtO6rg7b0ccyX9kq8aToIamRhHH_Lu9pbZSkNqTjsMfziA6_86MWkaiglwmAlrrBCyIOEyq1uCmf2XsENRJ8t7Xwf8POIvJy6EufSIttC07jqd2jpETKReRz0/s400/jalan+berlubang+(17).jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Tak ada pilihan</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBSA3Dsc2yqSpnmKDV08vlX5C28Ps2qS6pJ6LsWEvoPma4iDBnsznWSZYNzYKk9E2L7MaOcB92mjaukG2u1KBcMEdyP0bSRzn7U44E_lNPWSnK4KcdtBVm1faTABIz0_T_TQXttad5dkk/s1600/jalan+berlubang+(8).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBSA3Dsc2yqSpnmKDV08vlX5C28Ps2qS6pJ6LsWEvoPma4iDBnsznWSZYNzYKk9E2L7MaOcB92mjaukG2u1KBcMEdyP0bSRzn7U44E_lNPWSnK4KcdtBVm1faTABIz0_T_TQXttad5dkk/s400/jalan+berlubang+(8).jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Parah</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh84WqBp3Dn8RtvvaW5Q77mVjpZkWrGuOuuGM53i6rK7892CrVg6A_mIU2OeoiA1MZzsCXSFquwo8yAhquPX2uZoXWJcEHoBgP-LA3u-saw-4MT27xwwp2B6oym9dEM69prfikn-tN3kjs/s1600/jalan+berlubang+(9).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh84WqBp3Dn8RtvvaW5Q77mVjpZkWrGuOuuGM53i6rK7892CrVg6A_mIU2OeoiA1MZzsCXSFquwo8yAhquPX2uZoXWJcEHoBgP-LA3u-saw-4MT27xwwp2B6oym9dEM69prfikn-tN3kjs/s400/jalan+berlubang+(9).jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Anehnya, Bupati Purbalingga mau nyalon wakil gubernur Jawa Tengah</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com33tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-58640611160229006042013-03-19T23:53:00.000-07:002013-03-19T23:57:36.012-07:00Ada Tuhan Dalam Denting Sampe<br />
<div class="MsoNormalCxSpFirst" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Sepertinya memang tidak berlebihan jika saya
mengatakan bahwa nenek moyang kita mempunyai selera musik yang begitu agung. Sebab,
sudah tiga malam ini, saya selalu terhenyak mendengarkan denting Sampe menjelang tidur. Suaranya yang mendayu-dayu seolah mengajak hati dan fikiran
saya bertamasya ke angkasa. Menyusuri masa silam sebuah penciptaan, merasakan
angin pegunungan dan lembah bumi nusantara yang sejuk dan asri. Tidak hanya
itu, dentingan Sampe juga selaksa menyentuh kalbu untuk senantiasa menyanjung
kebesaran Tuhan semseta alam. Ada keselarasan atau harmoni antara manusia, alam
dan Tuhan dalam setiap gema denting Sampe. Barangkali sobat menganggap saya
terlalu berlebihan, atau bahkan terlalu subyektif, dan terkesan cengeng. Tapi tak
apalah, soal rasa memang semestinya kembali pada diri kita masing-masing. Sekali
lagi, saya hanya sekedar sharing tentang apa yang saya rasakan atas apa yang
saya dengar tentang suara agung alat musik tradisional yang satu ini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikyW7zIuTUTDxG20oajoYEPVyXVnSI9YwX9lwYUURdI3fpO9Jup6mnxNOxQ9PnKd2Zzy3nAahIHbB7nlT5CguD55oKaYt704QYsHDzoz7vZbmmFRhSgJZecGkknE-D3c66oysOG8zOifQ/s1600/sampek.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikyW7zIuTUTDxG20oajoYEPVyXVnSI9YwX9lwYUURdI3fpO9Jup6mnxNOxQ9PnKd2Zzy3nAahIHbB7nlT5CguD55oKaYt704QYsHDzoz7vZbmmFRhSgJZecGkknE-D3c66oysOG8zOifQ/s1600/sampek.JPG" /></a></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Pengetahuan saya tentang alat musik Sampe ini sangat terbatas. Barangkali bagi sobat yang berdomisili di pulau Borneo, mengetahui
lebih jauh tentang alat musik ini. Ya, Sampe adalah alat musik tradisional
Suku Dayak. Ada pula yang menyebutnya Sape. Secara umum, alat musik ini
bentuknya seperti gitar. Hanya memang banyak perbedaannya dengan Sampe. Menurut
beberapa referensi yang saya baca, alat musik ini terbuat dari beberapa jenis
kayu seperti kayu arrow, kayu kapur, dan kayu ulin. Proses pembuatan Sampe dilakukan
secara tradisional pula, serta biasanya membutuhkan waktu berminggu-minggu. Cara
memainkannya pun berbeda dengan cara memainkan melodi gitar, karena jari-jari
tangan hanya pada satu senar yang sama bergeser ke atas dan ke bawah. Uniknya, orang
yang memainkan alat musik ini lebih banyak menggunakan perasaannya saja.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Tidak ada penelitian yang pasti untuk mengungkapkan
kapan alat musik tradisional ini pertama kali dibuat. Hanya, menurut cerita
rakyat setempat, Sampek diciptakan oleh seseorang yang terdampar di karangan
atau pulau kecil di tengah sungai karena sampannya karam di sungai. Kemudian dia
bersama rekan-rekannya menyusuri sungai (kemungkinan sungai yang dimaksud
adalah sungai Mahakam) yang berada di Kalimantan Timur. Karena mereka tidak
mampu menyelamatkan sampan dari riam, akibatnya mereka karam. Dari jumlah sekian
orang tersebut, satu di antaranya hidup dan menyelamatkan diri ke karangan,
sedang yang lainnya tengelam dan terbawa arus. Ketika tertidur, antara sadar
dan tidak, orang yang selamat ini mendengar suara alunan musik petik yang
begitu indah dari dasar sungai. Semakin lama dia mendengar suara tersebut,
semakin dekat pula rasanya jarak sumber suara musik yang membuatnya penasaran.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Orang ini seperti merasa mendapat ilham
dari leluhur nenek moyangnya. Kemudian dia mencoba membuat alat musik tersebut
dan memainkannya sesuai dengan apa yang didengarnya ketika di karangan. Mulai
saat itulah alat musik Sampek mulai dimainkan dan menjadi musik tradisional Dayak.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Masih dari beberapa referensi yang saya baca,
sebenarnya banyak nama dan kelompok suku Dayak di Kalimantan. Namun, lagi-lagi
karena pengetahuan saya yang dangkal, saya tidak akan menuliskannya sebab
takutnya nanti saya salah. Barangkali sobat blogger yang berasal dari
Kalimantan dapat melengkapi kekurangan informasi mengenai Sampe dan suku Dayak
ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Terlepas dari itu semua, secara pribadi
saya sangat kagum dengan alat musik Sampe. Dalam proses pengetikan tulisan ini
pun, headset di telinga saya tak berhenti mendengarkan irama Sampe. Saya masih
saja merasa bergetar mendengarkan dentingan alat musik karya nenek moyang Dayak
yang agung ini. Karena itu, sejatinya saya tidak berlebihan jika dalam proses
penciptaan kebudayaan atau tradisi, nenek moyang kita benar-benar memperhatikan
rasa keharmonisan antara manusia, alam, dan sang pencipta. Semoga, catatan ini
dapat mengingatkan kita akan nilai luhur tradisi-tradisi atau kebudayaan kita. Sebab,
fakta membuktikan bahwa kita baru sadar ketika tradisi atau kebudayaan nenek
moyang kita diklaim oleh Negara lain. Dan, sekali lagi semoga ada yang
melengkapi kekurangan pengatahuan saya soal Sampe dan suku Sayak yang saya
tuliskan kali ini. <o:p></o:p></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com13tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-80246070623919953222013-03-10T19:41:00.000-07:002013-03-10T19:41:52.567-07:00Masyarakat Blangkon<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Saya pernah
menuliskan tentang pemandangan alam yang indah di desa saya beberapa waktu lalu
dengan judul <a href="http://www.rumahkecilku.com/2012/11/dagan-im-in-love.html" target="_blank">Dagan, I’m in Love</a>. Tulisan yang lebih bersifat curhat belaka itu
hanya berisi tentang beberapa foto-foto pemandangan alam yang bagi saya selalu
membuat kagum terhadap zat bernama Tuhan. Kali ini saya akan menuliskan
beberapa hal yang akhir-akhir ini membuat saya galau. Tiada lain, adalah pola pikir
dan cara pandang penduduk atau masyarakat desa di mana saya tinggal, sepertinya
mulai bergeser. Kesederhanaan, kejujuran, dan keterbukaan yang pada awalnya
saya bangga-banggakan sebagai masyarakat desa, ternyata harus patah dan ambruk
ketika berhadapan dengan realitas zaman. Dan hal ini sekaligus berbanding
terbalik dengan keindahan-keindahan alam yang selalu menyimpan kejujuran pada
dirinya sendiri. Hal yang paling mencolok adalah kegemaran budaya menggosip. Kita,
atau saya memang tak perlu terkejut dengan budaya yang satu ini. Akan tetapi,
bagi masyarakat desa saya sendiri, kadar atau intensitas menggosip ini
sepertinya semakin menebal. Padahal, hampir setiap waktu shalat tiba, mereka
berbondong-bondong menuju rumah Tuhan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Yang kedua soal cara
pandang. Ini yang semakin membuat saya trenyuh. Misalnya cara pandang
berpolitik pada sebuah hajatan politik desa bernama Pilkades. Beberapa waktu
lalu, ada pergantian kepala desa di desa saya. Setidaknya ada enam calon yang
bertarung memperebutkan kursi kepala desa. Dan calon kepala desa yang saya
pilih ternyata kalah. Bagi saya bukan sebuah masalah karena pasca terpilih
kepala desa yang baru, saya berusaha tetap menjalin silaturahim dan komunikasi
seperti semula dengan masyarakat yang punya pilihan calon kepala desa
masing-masing. Namun sangat disayangkan ada beberapa masyarakat yang hingga
detik ini sepertinya susah untuk berkomunikasi seperti semula. Bahkan, saya
yang selalu mencoba untuk mendahului sekedar menyapa dengan salam, pun mereka
masih membuang muka. Bahkan sama sekali tidak menjawab sapaan saya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiV0xu_tMvXNaBK231E4aoDVTqnyAUENwcWpZYbuL_Fglr7dyr0sCnOQOehG-xQMW2qPH5AyBx0GKRY9YO56JKMmeOcn6aQJXOEM3pagDi-0MAP5FauLYRpvIlY4nLI7fTqJSOZVOcnaWU/s1600/manusia+Blangkon.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiV0xu_tMvXNaBK231E4aoDVTqnyAUENwcWpZYbuL_Fglr7dyr0sCnOQOehG-xQMW2qPH5AyBx0GKRY9YO56JKMmeOcn6aQJXOEM3pagDi-0MAP5FauLYRpvIlY4nLI7fTqJSOZVOcnaWU/s1600/manusia+Blangkon.JPG" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Ketiga, pola hidup
konsumerisme. Ini yang paling parah. Ceritanya, ada beberapa penduduk atau
tetangga yang membeli perabotan rumah baru beberapa waktu lalu. Saya tidak
menyangka sama sekali bahwa komentar-komentar atau gosip-gosip yang muncul
sangat memojokan penduduk yang baru membeli perabotan rumah baru tersebut. Saya
membatin, apa yang salah dengan membeli perabotan rumah, hanya karena dalam
perspektif mereka, tetangga yang membeli perabotan rumah baru tersebut sejatinya
tidak mampu untuk membelinya? Tak pelak, hal ini kemudian memunculkan rasa iri
yang pada akhirnya justru menimbulkan semacam perlombaan untuk membeli
barang-barang baru sebagai identitas bahwa dia atau mereka lebih mampu dari yang
lainnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Ke empat, soal
pandangan keberagamaan. Pada suatu malam ketika berkumpul dan duduk-duduk bersama
tetangga di salah satu teras rumah tetangga, saya berdepat soal cara pandang
keberagamaan. Jujur saja, mayoritas penduduk di desa saya berhaluan ahli sunnah
wal jama’ah. Perdebatan tersebut berkutat pada benar atau tidaknya
golongan-golongan agama di luar golongan mayoritas di desa saya itu. Saya berpegang
teguh bahwa, golongan-golongan agama di luar golongan agama mayoritas di desa
saya itu benar menurut para penganutnya. Akan tetapi, mereka tetap saja
berkilah bahwa merekalah (golongan mayoritas) yang selalu merasa benar. Sampai di
sini saya dapat menyimpulkan cara pandang keberagamaan mereka. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Ke lima,
penghormatan terhadap mereka yang punya kedudukan. Saya sejatinya sangat muak
dengan hal ini. Mereka yang punya kedudukan di masyarakat kerap di
unggul-unggulkan secara berlebihan. Sedang yang tidak punya kedudukan tak
jarang dipandang sebelah mata. Padahal, yang tidak punya kedudukan, atau
katakanlah yang miskin, pun punya andil cukup besar dalam kehidupan orang-orang
yang punya kedudukan. Misalnya, selalu bersedia mengolah sawah kepunyaan mereka
dengan imbalan seadanya. Karena itu, saya lebih familier dengan orang-orang
yang tidak punya kedudukan. Mengingat, saya sendiri bukanlah apa-apa di
masayarakat desa saya itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Atas pergesaran cara
pandang dan pola pikir masyarakat desa yang demikian ini, saya jadi teringat
sebuah jawaban atas pertanyaan yang saya ajukan kepada salah satu bule kenalan
saya yang berasal dari London, Inggris. Waktu itu saya bertanya kepadanya
begini; what do do you think of the Indonesian people. Bule yang mengenalkan
namanya Neil itu menjawab cukup singkat; Blangkon!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Lantas saya berfikir;
blangkon itu maksudnya apa? Saya baru <i>ngeh
</i>ketika saya mengamatai blangkon (penutup kepala tradisional khas Jawa). Ternyata,
blangkon khas jawa itu selalu ada benjolan kecil di bagian belakangnya
menyerupai kepalan tengan. Jadi saya berkesimpulan bahwa; orang Indonesia itu
seperti blangkon. Di depan bila iya, di belakang bilang tidak. Di depan membuka
tangan, di belakang mengepalkan tangan. Tetapi saya agak percaya bahwa jawaban
si bule itu tidak lain adalah jawaban yang secara tidak langsung merendahkan
masyarakat Indonesia, karena dia merasa berasal dari Negara maju. Sebab, saya yakin
se yakin-yakinnya bahwa tidak semua masyarakat Indonesia seperti blangkon. Tetapi
fakta-fakta pola pikir masyarakat di desa saya yang saya tuliskan di atas
bukankah benar-benar menyerupai blangkon? Dan bukankah desa saya itu juga
bagian dari Indonesia? <o:p></o:p></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com18tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-2268894125649960512013-03-04T23:44:00.000-08:002013-03-04T23:44:35.750-08:00Mendhoan oh Mendhoan<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Ada yang lupa saya
catatkan pada postingan tentang <a href="http://www.rumahkecilku.com/2013/02/kota-kenangan.html" target="_blank">Kota Kenangan</a> beberapa waktu lalu. Bahwa dalam
setiap kenangan yang terukir di kota Purwokerto, hampir tidak pernah
terlewatkan oleh saya, satu makanan yang populer dengan nama mendhoan. Bagi sahabat
blogger yang berasal dari wilayah Banyumas dan sekitarnya tentu paham betul
bentuk dan citarasa kuliner yang satu ini. Dulu, waktu masih sekolah, mendhoan
adalah menu wajib yang mesti disantap dalam setiap kondisi lapar. Bahkan, meski
sudah kenyangpun terkadang perut ini rasanya masih saja mau mengakomodir jenis
makanan khas Banyumas ini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Secara etomologis (sok
pinter bahasa) mendhoan berasal dari bahasa lokal Banyumas, dari kata dasar atau
mendho yang artinya lembek. Dengan demikian, mendhoan adalah makanan yang
posturnya lembek. Makanan ini berasal dari bahan baku tempe. Tapi, mendhoan
khas Banyumas tidak dibuat dari tempe yang dibungkus dengan kemasan plastik,
seperti yang umum dijumpai di toko-toko. Namun, mendhoan di sini biasanya
dibuat dari tempe yang dibungkus dengan daun pisang. Seperti arti kata
mendhoan, kuliner yang satu ini cocoknya dihidangkan dalam kondisi setengah
matang dan masih panas.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipbuuiPuySdyu90mVG1mzkl0dEhJfE-xBK2HAW-cCpAJfb1sX98-q2Wj7g7aCaqyk_mtmGmb12UrCuOTNTrO6E7cJI-PRAHFnk3FLdzfw94Q4jChU0_vdYm648uOK5h1f8good_o0BT9g/s1600/mendoanbmskhas.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipbuuiPuySdyu90mVG1mzkl0dEhJfE-xBK2HAW-cCpAJfb1sX98-q2Wj7g7aCaqyk_mtmGmb12UrCuOTNTrO6E7cJI-PRAHFnk3FLdzfw94Q4jChU0_vdYm648uOK5h1f8good_o0BT9g/s320/mendoanbmskhas.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Cara memasaknya pun
terbilang mudah. Sebelum memasak mendhoan, siapkan dulu bumbu-bumbu seperti
bawang putih, ketumbar, garam, dan sedikit tepung diaduk menjadi adonan.
Setelah bumbu siap, lalu masukan tempe (tentu tempe dengan bungkus daun pisang)
ke dalam adonan terus langsung di goreng dengan minyak yang banyak dan
panas. Jika kondisinya sudah setengah
matang, tempe harus segera diangkat dari wajan sebelum warnanya kuning
kecoklatan. Nah, disinilah letak keunikan makanan khas ini. Yaitu, dihidangkan
dalam kondisi masih panas. Kalau sahabat blogger suka dengan rasa pedas, maka
tambah cocok jika menyantap medhoan dengan <i>nglethus
</i>(<i>nglethus</i> bahasa Indonesianya apa
yah?) cabai rawit. Cabai ini di Banyumas tenar disebut <i>Cengis. </i>Jadi, jika ingin merasakan sensasi makan mendhoan khas
Banyumas yang sebenarnya ya harus dibarengi dengan makan cabai. Maka jangan
heran jika sahabat-sahabat mampir ke Purwokerto, dan menjumpai mendhoan, selalu
ada cabai di situ. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Untuk dapat
mencicipi mendhoan, sobat tidak perlu repot-repot mancarinya. Sebab, hampir di
setiap warung makan di Purwokerto menyajikan jenis kuliner yang satu ini. Bahkan,
sekarang jenis makanan ini sudah tersedia di kafe-kafe, restoran, dan dijadikan
menu di hotel-hotel seantero Purwokerto. Hanya saja, jika ingin menikmati
makanan ini, lebih baik sahabat blogger membeli mendhoan dalam kondisi masih
panas atau masih hangat. Atau jika ada sahabat yang ingin memasak sendiri,
sobat tinggal membeli tempe mentahnya di pasar-pasar tradisional yang tersebar
di wilayah Banyumas atau Purwokerto.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: 12.0pt;">Nah, jenis makanan
inilah yang tidak pernah alpa dalam setiap makan pagi, siang atau malam bersama
mantan kekasih saya yang kini sudah menjadi istri yang sesungguhnya. Tidak jarang,
di tengah makan, kami kerap mengingat kenangan-kenangan yang muncul dari
mendhoan. Mendhoan oh mendhoan..<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com43tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-32235052144031604102013-02-23T04:35:00.000-08:002013-02-23T04:35:29.144-08:00Kota Kenangan <br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Tak terasa sudah hampir empat belas tahun saya
hilir mudik di kota kecil ini. Sejak tahun 1999 silam, ketika pertama kali kaki
ini menginjak sebuah tempat bernama kota, saya langsung jatuh cinta. Cinta kepada
tata ruangnya, kesederhanaannya, dan yang paling penting lagi adalah cinta pada
keramahan penghuninya. Kondisi yang demikian di kota ini menanamkan kesan betah
dalam perasaan saya. Dari kota inilah proses hidup saya dimulai. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Sebagaimana lazimnya sebuah tempat yang berkesan,
tentu saya, juga mungkin sahabat-sahabat semua mempunyai moment atau peristiwa yang
tak bakal mudah untuk dilupakan. Kisah hidup saya di kota kecil ini dimulai
pada pertengahan September 1999 silam. Ketika itu saya diterima di sebuah
universitas swasta yang terletak di sebelah timur kota ini dengan jurusan
Bahasa Inggris. Pada awal-awal semester, saya tak layaknya mahasiswa yang lain.
Kos, kuliah, kos. Begitu pada awalnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Baru pada pertengahan semester tiga kemudian, saya
berkenalan dengan organisasi. Adalah Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) bernama “Bhasakara”
organisasi kampus pertama yang saya ikuti. Organisasi ini merupakan sebuah
organisasi intra kampus yang bergerak di bidang penerbitan majalah kampus. Sejak
bergelut di organisasi ini, saya kemudian diberi kesempatan mewawancarai para
pejabat kampus, utamanya Rektor. Dikemudian hari, kesempatan untuk bertemu
dengan orang-orang besar semakin banyak. Yang terahir, dan yang masih saya
ingat adalah mewawancarai Menteri Pendidikan Nasional Yahya Muhaemin. Intinya,
mengikuti proses berorganisasi di LPM Bhaskara ini saya menjadi faham bagaimana
cara menulis. Baik itu berita, features, Lead, Headline, Reportase, dan lain
sebagainya. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjF9U6eCUJ30g2fSQBjyB_60IZJS0xMvXrpjAzudgi6tDN6tw6phJ8HdBgMOXJJPX9mdnRWUnJHzoeI2aGRVbRXSdREe1FVbtNklt-QWHkpmf06QDPudcMmzHkDtRdimomHjIU3JBSiV9Y/s1600/alun-alun+purwokerto+ku.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjF9U6eCUJ30g2fSQBjyB_60IZJS0xMvXrpjAzudgi6tDN6tw6phJ8HdBgMOXJJPX9mdnRWUnJHzoeI2aGRVbRXSdREe1FVbtNklt-QWHkpmf06QDPudcMmzHkDtRdimomHjIU3JBSiV9Y/s320/alun-alun+purwokerto+ku.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Tidak berhenti di situ, saya kemudian dikenalkan
oleh seorang sahabat sebuah organisasi non kampus atau organisasi ekstra kampus
bernama P (maaf saya tidak menuliskan secara kumplit). Di organisasi inilah,
untuk pertama kalinya saya diajari berdemonstrasi. Diajari cara berorasi, juga
diajari untuk dapat berpikir kritis, peka terhadap realita sosial, serta diajari
untuk tidak malu bertanya kepada siapapun. Pelajaran di luar mata kuliah ini
membawa saya menjadi seorang yang selalu ditunjuk menjadi seorang orator dalam
setiap demonstrasi. Demonstrasi pertama yang saya ikuti waktu itu adalah
demonstrasi yang menuntut pembubaran sebuah Partai Politik. (Sekarang, jika
ingat kelakuan saya yang satu ini, saya selalu tertawa sendiri). </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Nah, dari organisasi inilah saya untuk pertama kalinya
bertemu dengan perempuan yang telah menjadi mantan kekasih, yang kini menjadi
istri saya. Cara “menembak” si perempuan ini pun terhitung aneh untuk ukuran
zaman sekarang. Waktu itu saya menulis sebuah cerita pendek (cerpen) yang
intinya mengisahkan tentang seorang laki-laki yang menyatakan rasa sukanya
kepada tokoh perempuan dalam cerpen itu. Tapi naas. Justru yang memahami isi
cerita itu malah teman sekosnya. Dengan demikian gegerlah seisi penghuni kos
yang mayoritas bergabung dengan organisasi ekstra kampus itu. Keberanian dan
kenekataan saya menembus pagar betis polisi dalam setiap demonstrasi, ternyata
mlempem sama sekali ketika hanya berhadapan dengan seorang perempuan bertahi
lalat di atas bibirnya itu. Untuk menegaskan, akhirnya saya menulis sebuah
surat cinta (saya kembali tertawa menuliskan bagian ini) untuknya. Alhamdulilah,
kata anak zaman sekarang, saya diterima. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Sejak saat itu, jika ada waktu luang, saya selalu
mengisinya dengan berjalan-jalan dengannya di kota ini. Singkatnya, kota ini telah mengajarkan saya rasa
keberanian, kritisisme, dan sederet pelajaran hidup lainnya, meski saat ini
saya sudah menetap dan hidup di sebuah desa yang jauh dari perdaban kota. Ya,
inilah kota kenangan, kota PURWOKERTO… </div>
<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com32tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-75292517104386892592013-02-11T18:39:00.000-08:002013-02-11T18:39:03.466-08:00Ini Rumah Kita, Istriku?<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<a href="http://www.rumahkecilku.com/2012/11/terima-kasih-istriku.html" target="_blank">Istriku</a>, sebelum kau menimbun mimpi-mimpi yang lain
di langit malam ini, turunlah sebentar ke bumi. Lihatlah sebongkah rumah
sederhana yang membujur menghadap matahari pagi. Ciumlah tanah menghampar di
beranda halaman. Bunga-bunga, kerikil, juga satu dua rumput liar. Sapalah
mereka. Setelah itu, mari masuk ke dalam. Jangan kau ketuk pintunya karena ia
selalu terbuka untuk siapa saja. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jika boleh, jangan kau tanyakan kepadaku; mana
lukisan sang maestro Affandi atau Andy Warhol? Mana foto-foto keluarga dengan
jas hitam dan berdasi kupu-kupu sambil melempar senyum bagi tamu-tamu yang
memandangnya? Di bagian dinding yang mana terpasang foto Mekkah al Mukaromah?
Di sisi yang mana terpampang pemilik rumah bersalaman dengan pejabat teras atau
artis terkenal? Kenapa tidak ada lemari dengan deretan piala-piala di ruang
tamu? Bagaimana bisa tidak tersedia aneka macam miuman dan makanan di meja
tamu? </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sekali lagi aku mohon jangan kau tanyakan kepadaku
pertanyaan-pertanyaan sepele itu. Aku lebih suka kau bertanya dengan
pertanyaan-pertanyaan yang berbobot tinggi dan mencerminkan bahwa kau adalah
orang yang terpelajar. Seperti pertanyaan begini istriku; kenapa angin di rumah
ini terasa lebih sejuk ketimbang angin Air Conditioner? Kenapa dinding rumah ini
penuh dengan nukilan aforisme Khalil Ghibran atau Frederich Nietzsche? Lukisan
apa ini bentuknya seperti benang yang lepas dari sumbunya? Kenapa foto-foto
pemulung dan pengemis itu terpampang di rumah ini? Bagaimana mungkin hanya
tumpukan buku di atas meja tamu dan bukannya minuman?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVjYa31dYPWTfQ0IJSGhd6pQGoryn4Hs_j07R4FZoSgstIc8rsXmtIRtMYJ7BVcphZnlv8E9vFvsgQPTDiNWKP5XrD9K9rD50-Lo4Edn_Ue7GRb8huirXf5tTnYm4gRBOyzp31V724mIs/s1600/sketsa+rumah.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVjYa31dYPWTfQ0IJSGhd6pQGoryn4Hs_j07R4FZoSgstIc8rsXmtIRtMYJ7BVcphZnlv8E9vFvsgQPTDiNWKP5XrD9K9rD50-Lo4Edn_Ue7GRb8huirXf5tTnYm4gRBOyzp31V724mIs/s320/sketsa+rumah.JPG" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jika kau bertanya seperti itu, maka dengan senang
aku akan menjawab seperti ini; karena angin yang sejuk di rumah itu adalah
angin yang alami. Angin yang tidak bisa diseting dengan derajat celcius. Dan
siapa saja akan berkata bahwa angin Tuhan itu, meski tidak diset dengan derajat
celcius tertentu pasti akan terasa sejuk dan pas. Soal dinding yang penuh
dengan nukilan aforisme itu karena sang pemilik rumah adalah orang yang suka
dengan kebijaksanaan. Tentang lukisan yang kau bilang seperti benang yang lepas
dari sumbunya itu adalah karena keluarga pemilik rumah itu sangat menghargai
bakat bagi anak-anaknya. Hal ini tidak akan kau temui pada rumah-rumah yang
pemiliknya katanya selalu gembar-gembor soal kecerdasan anak namun kerap
memarahi anak-anak mereka yang mencorat-coret dinding rumahnya. Itu bukan
foto-foto pemulung atau pengemis, sayang? Itu foto-foto para sufi yang memang
di mata awam nampak seperti gembel jalanan. Sang pemilik rumah itu rupanya
tidak suka memasang foto pejabat yang katanya terhormat, namun hati dan
kelakuannya bejat. Atau foto-foto artis yang katanya jadi panutan, akan tetapi
pada hari berikutnya menjadi tahanan karena narkoba atau perselingkuhan. Dan
soal buku-buku di atas meja tamu itu, adalah minuman bagi tamu-tamu yang haus
ilmu pengetahuan. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Baiklah istriku, tentu rumah yang ku ceritakan ini
tidak sesuai dengan rumah yang kau bangun dalam mimpi-mimpimu di atas langit
sana. Meski aku bisa mewujudkan mimpi-mimpimu itu, namun rumah yang ku
ceritakan ini adalah rumah yang nyata hari ini. Di sini di atas bumi, dan bukan
di awang-awang. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Rumah siapakah ini, suamiku?” kau bertanya</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ini rumah kita, istriku?” aku menjawab</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kau terdiam. Air runtuh dari langit matamu. Aku
melanjutkan jawaban, meski kau tidak meneruskan pertanyaan. “Karena menerima
kenyataan dan selalu bersyukur dalam kondisi apapun, ternyata tidak mudah.
Karena itu istriku, mari kita senantiasa belajar bersyukur di sini. Di rumah
kita sendiri, dan bukan di atas langit sana”.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setelah itu mari sejenak bernyanyi lagu ini;</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Lebih baik di
sini<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Rumah kita
sendiri<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Segala nikmat
dan anugerah yang kuasa<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Semuanya ada
di sini<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Rumah kita<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com31tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-11746960106765214512013-01-29T19:44:00.000-08:002013-01-29T19:44:40.181-08:00Menantu Yang Disayang Mertua Itu, Menantu Yang Suka Buku<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Saya pernah menuliskan postingan tentang <a href="http://www.rumahkecilku.com/2012/12/aku-buku-dan-istriku.html" target="_blank">Aku, Buku,dan Istriku</a> yang bercerita tentang buku sebagai salah satu pemecah kebekuan
komunikasi saya dengan istri saya. Kali ini saya akan posting lagi tentang
buku. Namun, judul postingan kali ini agak individualis. Subyektif, bahkan
terkesan ingin benar sendiri. Ingin tahu kenapa sob? Karena, menantu yang disayang
mertua itu adalah menantu yang suka buku. Tentu itu adalah menurut saya sebagai
menantu yang kebetulan suka buku. Lebih kebetulan lagi, mertua saya lebih dari
sekedar menyukai buku. Malah, beliau sangat suka membaca. Saya sendiri baru
sampai pada tahap menyukai buku. Menyukai buku saya kira berbeda dengan menyukai
membaca. Menyukai buku bisa saja hanya sekedar mengoleksi buku semata. Sedang
meyukai membaca buku lebih dari sekedar mengoleksi buku tapi juga membacanya. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAnJYGHMN-bRcaLCvWPTI2qhiecepf1cTsoUIwxhvVhToRbykLJfmPmeKfenBcl38_sJz1fDquwr04m6UABu9M6yfe7xIf29FlsE9NAynww2tCcXra_9ucJ5bcTvycDag86KIZN8o2j2k/s1600/mertua.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAnJYGHMN-bRcaLCvWPTI2qhiecepf1cTsoUIwxhvVhToRbykLJfmPmeKfenBcl38_sJz1fDquwr04m6UABu9M6yfe7xIf29FlsE9NAynww2tCcXra_9ucJ5bcTvycDag86KIZN8o2j2k/s320/mertua.jpg" width="244" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Meski Jenggotnya Menakutkan, <br />Tapi Mertua Ini Baik Hati</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ceritanya begini. Beberapa hari yang lalu saya
membeli buku lawas berjudul “Sampar” karya Albert Camus di toko buku langganan
saya di kompleks Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto. Ketika
sampai di rumah (rumah mertua maksudnya), saya langsung membuka cover buku dan
membacanya. Baru sampai beberapa halaman, rasa kantuk tiba-tiba menyerang tanpa
permisi. Jadilah halaman buku yang sudah saya baca itu saya lipat sebagai
pembatas halaman yang telah dan akan saya baca. Lantas saya letakan begitu saja
buku tersebut di atas meja sebelum tubuhku terhempas di atas dipan. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Begitu azan Ashar saya terbangun. Setelah
sembahyang, saya hendak melanjutkan membaca buku yang tadi saya baca. Namun,
saya sangat terkejut ketika mendapati lipatan buku sebagai pembatas halaman
yang telah saya baca tiba-tiba sudah hampir di halaman terahir. Seingat saya,
saya baru sampai di beberapa halaman saja. Setelah bertanya pada istri,
ternyata mertua saya lah yang telah membacanya hingga hampir halaman terakhir
sejak saya pulas tertidur. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dalam batin bertanya-tanya. Apa mungkin mertua saya
membaca secepat itu? Memang buku itu tebalnya cuma 130 halaman. Tapi jika sobat
pernah membaca karya-karya Albert Camus tentu akan mengatakan bahwa butuh waktu
lama untuk memahami tulisan-tulisannya. Sebab, karya-karya sastrawan Prancis
yang mati muda itu sarat dengan pemikiran filsafat, meski tulisannya merupakan
karya fiksi belaka. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dari kejadian tersebut saya jadi tahu bahwa
ternyata, jika saya tidak di rumah, mertua saya sering membaca-baca koleksi
buku saya. Itu kata istri saya. Wah-wah saya jadi malu. Sebab, sebagain besar koleksi
buku saya adalah buku-buku yang judul dan isinya sangat “kiri”. Hal ini sangat
berbanding terbalik dengan koleksi buku mertua saya yang sebagian besar judul
dan isinya bertemakan hukum-hukum Islam.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Meski demikian, anehnya saya jadi kerap berdiskusi
dengan mertua saya tentang apa-apa yang saya dan beliau baca. Memang
kadang-kadang tidak nyambung, dan terkesan melompat-lompat. Namun, dari situ
muncul semacam perasaan yang sangat subyektif bahwa sepertinya saya menjadi
menantu kesayangan mertua karena menyukai buku? Hahaha…gubrak!</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lalu bagaimana denganmu sob? Sudah menjadi memantu
kesayangan mertua kah? </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com34tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-31609889862096643172013-01-17T21:46:00.000-08:002013-01-17T21:46:27.256-08:00Kembalikan Musik Kami<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kata orang, dangdut adalah musik kampungan. Menyukai
dangdut, berarti tidak ubahnya orang kampung yang dekil dan norak. Atau penyuka
keributan jika menonton pertunjukannya. Tetapi bagi kami tidak. Meski kami
hidup di kampung, dangdut adalah senandung jiwa kami. Gita yang tak pernah lekang
dilumat zaman. Dan kami orang kampung, sejatinya tidak dekil dan norak. Atau
setidaknya tidak menyukai keributan. Seperti stigma yang kerap dicapkan kepada
kami.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sebagai orang kampung, saya juga menyukai dangdut.
Absolutely cinta dangdut. Coba simak sebentar, dan rasakan dengan jujur, lagu
dangdut yang berjudul “Syahdu”, yang dilantunkan Rhoma Irama, atau kealamian
suara Santa Hoki melalui hitz yang pernah merajai tangga lagu dangdut era sembilan
puluhan lewat “Setangkai Bunga Padi”.
Dengar pula suara khas Hamdan ATT, Evie Tamala, Meggy Zakaria, Ona Sutra, Yus
Yunus, Caca Hadika, Mirnawati Dewi, Mega Mustika, dan sederet penyanyi dangdut
lainnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkUm6CmGmInv_cOz5wZosSgr2rIYdbMps-pdaKi0jVqAAv-KT9om0HaHn3RRxIUd-mKeIegWVzzQOrR1tCNr3gvrV_EtgdyYbshyZINGU-ijaIUCWMWnFuJHheYT74oR5rx2_kD_3YXiU/s1600/dangdut+jadul.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkUm6CmGmInv_cOz5wZosSgr2rIYdbMps-pdaKi0jVqAAv-KT9om0HaHn3RRxIUd-mKeIegWVzzQOrR1tCNr3gvrV_EtgdyYbshyZINGU-ijaIUCWMWnFuJHheYT74oR5rx2_kD_3YXiU/s320/dangdut+jadul.JPG" width="267" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa kami
menyukai musik dangdut yang dibawakan oleh penyanyi era 80an hingga 90an. Atau
barangkali para penyuka dangdut di luar sana menyebutnya dangdut jadul.
Lagu-lagu dangdut yang muncul di pasara pada era tersebut adalah musik dangdut
asli. Selain asli, lirik-liriknya pun penuh dengan estetika. Penciptaannya
penuh dengan rasa. Karena dilandasi estetika dan rasa inilah barangkali
lagu-lagu dangdut jadul itu masih enak didengarkan. Setidaknya bagi kami orang
kampung. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Namun, agaknya industri musik dangdut sekarang ini
lebih mengutamakan selera pasar yang dalam perspektif subyektif saya adalah
selera yang redah. Sehingga penyanyi-penyanyi dangdut jadul, atau lagu-lagu
dangdut jadul tinggal menjadi legenda. Atau jika ada yang mengatakan bahwa
industri musik dangdut telah tewas, saya sepakat. Sebab, dangdut yang muncul di
era sekarang ini sejatinya bukan musik dangdut. Saya lebih suka menyebutnya
musik <i>“tidak nggenah”</i>. Musik yang
telah campur-baur tidak karuan. Tanpa estetika, apalagi etika.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Maka kemudian muncul istilah dangdut koplo, goyang
ngebor, goyang patah-patah atau goyangan-goyangan sejenis yang dalam tanda kutip
lebih menonjolkan erotisme. Dari sisi syairnya pun, ampun dech! Judul lagu yang
katanya dangdut semacam “Wanita Lubang Buaya”, “Hamil Duluan”, “Pacar Lima
Langkah”, dan sejenisnya hanya memprovokasi imajinasi yang bagi saya pada
saat-saat tertentu sangat kurang ajar. Apalagi jika menonton vide klipnya. Hal ini
berbanding terbalik dengan video klip lagu-lagu dangdut jadul yang secara
visual mengikuti syair dan liriknya. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Saya tidak sedang berdalih atas nama musik dangdut
asli. Tidak juga sedang menyepelekan sobat semua yang suka dangdut koplo dan
aliran sejenisnya. Saya, atau kami sebagai orang kampung sangat memaklumi jika
sobat mungkin menyebutnya akulturasi, perpaduan, atau pertemuan budaya. Sebab,
sah-sah saja sobat menyukai atau mencintai berbagai jenis musik. Lagi pula,
hari ini kita hidup di zaman yang serba terbuka. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jika terpaksa harus menyalahkan, maka kami
sepenuhnya menyalahkan para pelaku industri musik dangdut yang melulu hanya mengeksploitasi
tubuh perempuan, tanpa mengusung idealisme dalam bermusik. Kepada mereka, kami
menyerukan; kembalikan musik kami! </div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com39tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-33779587501730695492013-01-10T02:19:00.000-08:002013-01-10T02:19:31.270-08:00Jika Al Qur’an Berbahasa Banyumasan<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pernah membayangkan Al Qur’an diterjemahkan ke
dalam bahasa daerah sob? Kayaknya jarang-jarang ya? Tapi ini benar-benar
terjadi. Bahkan sepengetahuan saya ini yang pertama. Kementrian Agama (Kemenag)
pusat, melalui Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto tengah
menggarap proyek penerjemahan Al Qur’an ke dalam bahasa lokal Banyumas. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieP3LN2e-tpuI3dFkdzDa5f7yHOFBs1-z04n2M1BipwJDWAXR3W4atx8yLL8wSJuKUDNBFXb6KHBj7FDvFRnfzQ3j0tdGODq7ukwo3mvN8lNLNCMjtVKM8DbjWKHBzNWZKce9ZLOjPKvc/s1600/Al-Quran+banyumas+fix.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="158" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieP3LN2e-tpuI3dFkdzDa5f7yHOFBs1-z04n2M1BipwJDWAXR3W4atx8yLL8wSJuKUDNBFXb6KHBj7FDvFRnfzQ3j0tdGODq7ukwo3mvN8lNLNCMjtVKM8DbjWKHBzNWZKce9ZLOjPKvc/s200/Al-Quran+banyumas+fix.JPG" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Untuk kelancaran proyek ini, pihak STAIN Purwokerto
menggandeng beberapa budayawan Banyumas yang dinilai mumpuni dalam dialek
Banyumasan. Salah satunya adalah novelis dan budayawan Ahmad Tohari. Setelah
sukses menerbitkan majalah berbahasa <a href="http://www.rumahkecilku.com/2012/12/ancas-manifes-kampanye-think-global-act.html" target="_blank">Banyumasan ANCAS</a>, kini Kang Ahmad Tohari
dipercaya oleh Kementrian Agama untuk menjadi komando secara redaksional
penerjemahan Al Qur’an ke dalam bahasa Banyumasan. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mewawancarai
secara pribadi kepada Kang Ahmad Tohari terkait proyek penerjemahan Al Qur’an
ke dalam bahasa Banyumasan ini. Menurutnya, proyek ini sebenarnya sudah
berlangsung sejak Mei tahun 2012. Namun, karena banyak perbedaan bahasa dan
konteks dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Banyumasan, proyek ini baru 70
persen diselesaikan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kang Tohari menambahkan, secara bahasa,
penerjemahan Al Qur’an ke dalam bahasa Banyumasan ini nantinya dapat
membuktikan kepada khalayak umum bahwa bahasa Banyumasan itu adalah bahasa yang
jujur, apa adanya, dan egaliter. Hal ini sesuai dengan karakter penduduk asli
Banyumas yang <i>cablaka </i>(apa adanya). </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Secara tidak langsung, proyek ini juga menjadi
salah satu cara untuk melestarikan bahasa daerah Banyumasan, yang menurut
mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Eko Budihardjo sebanyak 15
bahasa daerah hilang karena ditinggalkan penuturnya, dan 139 bahasa daerah di
Indonesia terancam punah.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kang Tohari melanjutkan bahwa ini bukan pekerjaan
mudah. Menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Banyumasan butuh ketelitian dan
pengecekan ulang. Ini harus dilakukan agar penerjemahan itu benar-benar sesuai
dengan konteks bahasa Banyumasan yang menurut beberapa orang dikenal sebagai
bahasa <i>Ngapak.</i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Berikut ini adalah contoh Surat Al Maidah ayat 114
yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Banyumas.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<blockquote class="tr_bq">
<b>Isa putrane Maryam ndonga: “ Duh Pengeran kawula,
dhun na maring aku padha suguhan sekang langit (sing dina mudhune) arep dadi
dina perayaan tumerap aku padha, ya kuwe tumerap wong-wong sing siki bareng
karo aku padha lan sing sewise aku padha, lan dadi tenger kuwasane Panjenengan,
wei penginyongan rejeki, lan Panjenengan sebagus-baguse pengaweh rejeki.</b></blockquote>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<blockquote class="tr_bq">
<b>Isa putera Maryam berdo’a: “Ya Rabb kami,
turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya)
akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan
yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri
rezkilah kami, dan Engkaulah Pemberi rezki Yang Paling Utama.</b></blockquote>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jadi bagaimana sob? Masihkah kita malu dengan
bahasa daerah kita sendiri?</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com47tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-33028824565903478312012-12-30T19:14:00.000-08:002012-12-30T19:21:30.836-08:00Kaleidoskop Mimpi Dua Ribu Dua Belas<span style="text-align: justify;">Saya percaya bahwa waktu itu tidak terbatas pada
ruang. Tidak bernama, juga tidak tersekat oleh angka. Penamaan waktu seperti pukul
00.00, hari Selasa, tahun 2013, atau penamaan zaman semisal zaman pra atau
pasca, hanyalah sebutan manusia belaka untuk menandai peristiwa. Mencatatnya,
untuk kemudian merayakannya sebagai sejarah, atau saya lebih suka menyebutnya semacam
kaleidoskop mimpi.</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFbR4mE8DC_8EPtnfboom4SlF4JFg161HrwTjG5KSN6li6hLGXD4WZjb8T819_1u90Gok1Yw2QPLCvF1TAXjzrTnvwiVlv_9OyR9-pScnRZwk9oDkQHEfhHytRSzF0hc2K7nvJJuDEQ-U/s1600/_DSC0979.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFbR4mE8DC_8EPtnfboom4SlF4JFg161HrwTjG5KSN6li6hLGXD4WZjb8T819_1u90Gok1Yw2QPLCvF1TAXjzrTnvwiVlv_9OyR9-pScnRZwk9oDkQHEfhHytRSzF0hc2K7nvJJuDEQ-U/s200/_DSC0979.jpg" width="133" /></a></div>
Jadi, jika kita sepakat bahwa penamaan waktu hanya sebagai
sebuah penanda, maka lazimnya sahabat semua, saya juga punya mimpi yang
menandai peristiwa. Pun saya juga meyakini bahwa tidak semua mimpi kita menjadi
kenyataan. Katakanlah sebelum tahun dua ribu dua belas, sobat punya beribu
mimpi. Namun, rasanya sulit untuk mengatakan bahwa mimpi-mimpi yang sobat
bangun itu terwujud semua ditahun tersebut. Seperti halnya saya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Nah, pada kesempatan ini, saya akan kembali
mengevaluasi mimpi-mimpi saya yang belum terwujud di tahun kemarin. Karena
sejatinya, evaluasi adalah instrumen yang tepat untuk menilai. Dengan evaluasi
ini, kita akan mengetahui apakah kita masih berdiri di jalur mundur atau di
jalur maju. Dalam istilah sosiologi, sintesis itu muncul karena adanya tesis
dan anti tesis. Begitu kira-kira. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Saya sempat mencatatkannya pada buku harian.
Menjelang akhir tahun dua ribu sebelas, atau menjelang awal tahun dua ribu dua
belas. Beberapa mimpi itu misalnya;</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><i>Pertama</i></b>, mempunyai blog dengan
domain dot com. Meski sudah tercatat secak permulaan tahun, namun mimpi ini
baru terwujud sekitar bulan November dua ribu dua belas. Semsetinya, sesuai
dengan catatan, mimpi mempunyai blog dengan domain dot com harusnya terwujud
pada bulan Februari lalu. Akan tetapi, karena satu dan lain hal (alibi belaka),
saya baru mampu mewujudkannya delapan bulan kemudian. Ibarat pak tani, mimpi
ini baru terwujud seumur jagung. Orang Jawa bilang (ini bukan chauvinis),
alon-alon asal kelakon. Atau, biar telat tapi tetap terlaksana. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><i>Kedua</i></b>, menerbitkan novel. Nah, mimpi
ini sebenarnya selalu saya catatkan pada setiap permulaan tahun semenjak saya
mencintai buku berpuluh tahun lalu. Namun, karena satu dan lain hal (dan saya
yakin ini bukan alibi), mimpi ini belum bisa saya bentuk menjadi kenyataan.
Pada perjalanannya, menulis fiksi itu ternyata selain wajib mempunyai kemauan,
juga harus diiringi dengan inspirasi. Inspirasi inilah barangkali yang kerap
datang dan pergi sesuka hati, sehingga mimpi menerbitkan buku tak jua aku
tamatkan menjadi kenyataan. Dan lazimnya sebuah perayaan, ditahun yang barunya
cuma sehari ini, saya kembali mencatatkan mimpi ini sambil mengadahkan tangan
semoga Tuhan memberi kekuatan untuk mengubah mimpi ini menjadi kenyataan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><i>Ketiga</i></b>, punya momongan ke dua. Mimpi
ini bisa dikatakan mudah, bisa juga dibilang susah. Mudah, karena memang mudah
melakukannya. Susah, karena belum tentu kemudahan itu berbuah momongan. (Ah,
saya kira tidak perlu saya riwayatkan prosesnya di sini). Hanya, syukur kepada
Tuhan semata karena usaha mewujudkan mimpi ini sepertinya hendak menjadi
kenyataan ketika perut istri sudah hamil lima bulan. Semoga gampang, lancar,
gangsar, dan sehat walafiat, seperti doa kami setiap malam. Amin.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Itu adalah mimpi besar saya di tahun dua ribu dua
belas yang lalu. Satu mimpi terwujud, satu mimpi belum berwujud, dan satu mimpi
setengah berwujud. Tugas saya selanjutnya adalah mewujudkan mimpi menerbitkan
novel, menggenapkan mimpi yang setengah terwujud di tahun dua ribu tiga belas
ke depan. Semoga, dua belas bulan ke depan adalah waktu yang cukup untuk
mewujudkannya. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Baiklah, saya kembali ke soal waktu. Entah sejak
kapan manusia memberi nama untuk waktu. Kita hanya terbiasa mengucapkan kata;
selamat! Dan karena saya adalah bagian dari spesies yang bernama manusia, maka
dengan ini, saya dan keluarga mengucapkan selamat tahun baru dua ribu tiga
belas. Semoga mimpi dan harapan sobat semua dapat menjadi kenyataan. Amin. </div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com40tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-73551605451957477782012-12-25T22:44:00.000-08:002012-12-25T22:44:07.692-08:00Elizabeth Pisani: Saya Ingin Membukukan Budaya Indonesia<b style="text-align: justify;"><i>Penulis tamu kita kali ini adalah Siti
Rofiqoh. Mari kita simak pengalamannya.</i></b><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pada bulan Oktober 2012 yang lalu, saya diminta datang
ke rumah Pak Ahmad Tohari (penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk) di Tinggarjaya
Banyumas, untuk menunggu kedatangan seorang tamu dari luar negeri. Sekitar pukul
10.00 WIB, tamu yang dimaksud ternyata datang juga. Dalam batin saya heran; koq
bule naik ojek yah? </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya, saya naik bus dari Yogyakarta, turun di Buntu
terus naik ojek,” ujar sang tamu yang seolah menjawab keheranan saya. Kemudian,
saya, sang tamu, dan tuan rumah Pak Tohari saling berjabat tangan sebelum
dipersilahkan duduk di kursi yang telah disediakan sang tuan rumah di teras
rumah. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jangan dibayangkan bule yang satu ini menggunakan
bahasa Inggris. Justru, Elizabeth Pisani, nama sang tamu ini, begitu lancar menggunakan
bahasa Indonesia. Bule kelahiran Irlandia tahun 1964 silam itu ternyata pada
waktu masih menjadi mahasiswa sekitar tahun 1982 pernah ke Yogyakarta. Sejak saat
itu, dia mengaku jatuh cinta kepada budaya Indonesia. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Dulu saya juga pernah main ke Dieng. Saya tidak
tahu bagaimana Dieng sekarang,” kata Elizabeth penasaran.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setelah lulus kuliah, dia mengaku pernah bekerja di
Jakarta kisaran tahun 1988-1992. Namun, dia kemudian pulang ke Negara asalnya. Meski
jauh dari Indonesia, namun Elis, demikian panggilan akrabnya, mengaku masih
terus mengikuti perkembangan Indonesia baik melalui buku, Koran, majalah, dan
internet. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sekarang, dia sedang berkeliling Indonesia dalam
rangka mencari bahan-bahan untuk kelengkapan bukunya. Berkelana dari pulau ke
pulau, termasuk pulau Jawa. Sepengetahuan Elis, budaya Jawa itu hanya di
Yogyakarta dan Solo. Namun, begitu Pak Tohari menceritakan budaya-budaya Jawa
lainnya, Elis kelihatan bengong. “Wah, ternyata masih ada budaya Jawa yang
lainnya, yah?” katanya spontan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Begitu diskusi diantara kami bertiga sampai pada
budaya Banyumas, Elis malah kelihatan lebih heran lagi. Seperti muncul kesan bahwa
dia baru mendengar khasanah budaya Banyumas. Akhirnya kami semakin larut
berdiskusi mengenai budaya Banyumas. Sesekali, Elis kelihatan begitu lahap
menyantap mendhoan (makanan khas Banyumas).</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiv4QfPfsdxWTOcAgmMNib9KyWmSt1riB8jwNUlpOJNHWHbcw0_7p2mmiDOlBv3eNIxBt-oTZq5iee6xU-VmAN-eQ6WEwn91hYrWwUAA3TmGEWYZYbaLcKoqTkiqMZJ0ZbaZ53x4XHeDO0/s1600/P1014826.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiv4QfPfsdxWTOcAgmMNib9KyWmSt1riB8jwNUlpOJNHWHbcw0_7p2mmiDOlBv3eNIxBt-oTZq5iee6xU-VmAN-eQ6WEwn91hYrWwUAA3TmGEWYZYbaLcKoqTkiqMZJ0ZbaZ53x4XHeDO0/s400/P1014826.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Saya, Elizabeth, dan Ahmad Tohari</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<o:p> </o:p>Sebagai tuan rumah, juga sekaligus sebagai orang
yang paham soal budaya Banyumas, Pak Tohari bercerita panjang lebar mengenai
budaya Banyumas. “Budaya Banyumas itu beda dengan budaya Yogyakarta atau Solo.
Budaya Banyumas itu apa adanya. Terbuka, dan sangat egaliter,” kata Pak Tohari.
Semakin panjang cerita, semakin kelihatan penasaran pula si Elis ini. Namun,
diskusi untuk sementara dihentikan, karena Pak Tohari akan melaksanakan Ibadah
Jumatan (kebetulan hari itu hari Jumat).</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Saya kemudian bertanya kepada Elis, kenapa ingin
membuat buku tentang budaya Indonesia. “Karena Indonesia itu kaya akan budaya
warisan leluhur. Karena itu saya ingin membuat karya tentang budaya yang ada di
dunia ini, termasuk budaya Indonesia,” jawabnya ringan, tapi penuh makna. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kemudian dia melanjutkan ucapannya bahwa Indonesia
itu mempunyai banyak ragam budaya, suku, bahasa, dan ras, namun tetap bersatu. Masyarakat
Indonesia mampu saling menghormati antara satu dengan lainnya meski mereka
berbeda. Bahkan orang Indonesia itu sangat sadar bahwa perbedaan itu tidak perlu
diseragamkan. Semakin berbeda, tapi tetap semakin rukun dan kelihatan bagus. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Begitu Jumatan selesai, saya dan Elis dipersilahkan
masuk ke dalam rumah untuk menyantap makan siang. Lagi-lagi, Elis kelihatan
begitu senang. Ambil nasinya sedikit, tapi makan sayur kangkung dan mendhoan
tak berhenti. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tak terasa sudah pukul 14.00 WIB. Saya pamit pulang
karena harus mengerjakan beberapa pekerjaan saya. Elis dan Pak Tohari kemudian
melanjutkan diskusi yang sempat terhenti itu ditemani istri Pak Tohari.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sambil berjalan pulang, (kebetulan rumah saya tidak
jauh dari rumah Pak Tohari) saya membatin; “Koq malah orang luar negeri yang
peduli mendokumentasikan budaya Indonesia?. Masa anak cucu saya besok kalau mau
belajar budaya sendiri mesti harus ke luar negeri?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="mbt-gp-about">
<div class="mbt-gp">
<img height="70" src="http://img141.imageshack.us/img141/797/sitirofiqoh2.jpg" width="80" /> Siti Rofiqoh </div>
<div class="mbt-gp-text">
<strong>Tentang Penulis Tamu:</strong>
<br />Sastrawan yang Lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Kabupaten Banyumas tahun 1975. Pecinta budaya, dan telah menulis dua buah novel berjudul “Nayla” dan “Perempuan Kedua”. Sekarang bekerja sebagai redaktur di Majalah lokal berbahasa Banyumasan “ANCAS”</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com24tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-28841241578179358792012-12-25T06:42:00.000-08:002012-12-25T19:03:38.467-08:00Galeri Puisi di Rumahkecilku<br />
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;"><b>Ode
Buat Senja</b></span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjs_cTqlBiQb6u6lA-veF5NEng3J7LrPtkia1NnGQboN5OKQZl1t6d1Hyb_FrIrxrnAtFnZcODhqWCIpg4IAWGuHJQLTfm_KGqBPj8eK9PEZYVCmKv-BDZxuU97AzCP8SGRzS9tikAhGNQ/s1600/Foto0184.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjs_cTqlBiQb6u6lA-veF5NEng3J7LrPtkia1NnGQboN5OKQZl1t6d1Hyb_FrIrxrnAtFnZcODhqWCIpg4IAWGuHJQLTfm_KGqBPj8eK9PEZYVCmKv-BDZxuU97AzCP8SGRzS9tikAhGNQ/s200/Foto0184.jpg" width="200" /></a></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;"><b>I</b></span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Katakan
padanya, senja</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Tentang
gulma yang kau singgahi sore tadi</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Ketika
angin lupa menulis cerita</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Pada
pematang yang enggan bersetubuh dengan petang</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Atau,
jika lidahmu gagu</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Titipkan
saja kepada angin </span></span>
</div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Tentang
ode sederhana</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Yang
ku peras dipertiga malam</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Ketika
dingin menguliti tulang</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Ah,
senja</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Bagaimana
kau lupa?</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Bukankah
kau mengenalnya sebelum adam menodai sorga?</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">atau
ketika hawa mengajak bersenggama?</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Sedang
aku,</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">aku
hanya tau dari bait puisinya;</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">dari
goresan eliginya;</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">dari
fragmen yang ia tabung pada catatan pinggirnya</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">hanya
sebuah ode, senja?</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">bukan
biografi</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">bukan
pula catatan kaki</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">atau
bahkan obituari</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">katakan
padanya, senja</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">lalu
pulanglah segera!</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Ceritakan
pada tidurku </span></span>
</div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Tentang
gadis serupa cinderela </span></span>
</div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Yang
menolak sepatu raja, dan bergembira dengan pujangga</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Jika
dia menutup telinga, </span></span>
</div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Kembalilah
kepadaku, kembalilah</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Karena
pematang masih terbentang</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Meski
angin lupa menulis cerita</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Tentang
sebuah ode yang sederhana…</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;"><b>II</b></span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Ini
tentang </span><span style="font-family: Century Gothic, serif;"><i>impen-impen,
</i></span><span style="font-family: Century Gothic, serif;">senja</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">yang
aku pungut dari serakan kata-kata</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">dan
aku susun merupa makna</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">ah,
senja?</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Rokokku
habis, kopikku berkurang</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Kata-kataku
miris. Aku pamit pulang…</span></span></div>
<div align="RIGHT" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><b><span style="font-family: Century Gothic, serif;"><i>Purbalingga,
Menjelang 1 Desember 2012</i></span></b></span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<b style="font-family: 'Century Gothic', serif; line-height: 100%;">Senjakala
di Bukit Prenjagan</b></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Dan
Layang-layang itu serupa ikan. Terbang di ufuk mata. Ibu tak perah
bercerita, atau mungkin aku alpa. Tentang ikan berekor panjang, yang
terbang di langit senja. </span></span>
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Ah,
aroma angin menusuk ingatan, barusan. Mengajak mataku nanar.
Membongkar catatan-catatan. Berupa mukadimmah, atau roman yang tak
kunjung aku tamatkan. </span></span>
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Hai,
siapa pula kau tanah? Jangan sesekali mengajaku menyesali, atau
mendendam pada alam yang telah menetaskan jemariku ketika pagi enggan
beranjak pulang. Sebab, aku pasti kembali meski aku belum pergi.
Menyetubuhi hari yang menantang birahi, ketika senja memulai merias
diri. Di sini, di langit ingatan senjakala bukit Prenjagan.</span></span></div>
<div align="RIGHT" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="RIGHT" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><b><span style="font-family: Century Gothic, serif;"><i>Kampung
Telaga, 22 Desember 2012</i></span></b></span></span></div>
<div align="RIGHT" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><b><span style="font-family: Century Gothic, serif;"><i>Selepas
hujan pamit pulang</i></span></b></span></span></div>
<div align="RIGHT" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="RIGHT" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="RIGHT" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
</div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;"><b>Obituari
Mimpi</b></span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Berhentilah
sejenak sayang?</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Persetubuhan
ini kelewat panjang</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Lagi
pula, malam belum pamit pulang</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Jeda
lah sebentar sayang?</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Keringat
ini berjatuhan</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Lihatlah,
mimpi itu kembali menginterupsi</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Padahal
waktu telah mengemasi</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">dan
nisan pun telah kau tanam rapi</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">jika
itu adalah tanda,</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">mari
sama-sama berkirim doa</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">sebab,
kita pernah mencatatnya</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">pada
sehelai kertas di halaman pertama </span></span>
</div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">sudahlah
sayang, itu cuma mimpi</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">mari
kita lanjutkan persetubuhan ini</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">semoga
ia terlahir kembali</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Century Gothic, serif;">:
katamu, sebelum lenguhan panjang menyudahi</span></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="RIGHT" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><i><b><span style="font-family: Century Gothic, serif;">Kampung
Telaga, 25 Desember 2012</span></b></i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com19tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-51282446425215145842012-12-19T18:40:00.000-08:002012-12-19T18:40:55.953-08:00Balada Lelaki Setengah Baya<span style="text-align: justify;">Hujan, berhentilah sejenak. Izinkan aku
menyempurnakan lukisan di atas kertas ini. Gemuruhmu mengusik ingatanku. Lagi
pula, tidakkah kau merasa lelah merebahkan tubuhmu di atas bumi sejak siang
tadi? Kau tau, aku sedang melukis seraut wajah lelaki setengah baya? Dan selalu
gagal menyempurnakannya. Dia, lelaki yang dalam sembahyangku sore tadi, ku kirimkan
semacam permohonan kepada Tuhan, agar selalu dalam lindugan Nya. Hujan,
cepatlah jeda sejenak, aku semakin kehilangan wujud bola matanya, hidungnya,
rambutnya yang telah memutih beberapa, dan bentuk tubuhnya, yang ku tabung
sekian puluh tahun dalam ingatan. Baiklah hujan yang bebal, aku selesaiakan lukisan
ini hanya setengah. Akan ku teruskan dengan menuliskan balada untuk lelaki
setengah baya.</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Wahai lelaki setengah baya, lewat hujan yang angkuh
ini, aku memohon ceritakanlah kembali. Riwayat yang indah waktu kau muda dahulu,
karena ku takkan pernah bosan mendengar keperkasaanmu. Menantang nasib,
memperbaiki hidup. Kau tahu, kau dapat merindukan, kau dapat mengenangkan,
meski waktu terus berlalu hingga ke anak cucu. Lihatlah menantu perempuanmu
yang kau ajari memasak dulu, kini dia kerap bernyanyi tentang sambal yang kau
buat dari pohon burus. Dan aku yang kini jatuh merindukan aroma tembakau dan
kemenyan dari asap rokokmu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizT_oCBgRLmk1oa725bXyuShJbnCYoInvHUgmpRwEi0vRb0f2T9jaHkSAf4ggD7PUI1RDfsFRxItvRwZaQoEkxRPISZtc6CvzRwD3SWP5TnNnGSZuTw3d5GwBPCa2m5_pN2wle8_tlhtU/s1600/Photo0026.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizT_oCBgRLmk1oa725bXyuShJbnCYoInvHUgmpRwEi0vRb0f2T9jaHkSAf4ggD7PUI1RDfsFRxItvRwZaQoEkxRPISZtc6CvzRwD3SWP5TnNnGSZuTw3d5GwBPCa2m5_pN2wle8_tlhtU/s320/Photo0026.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kau, tetaplah pahlawan bagiku</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku percaya, dalam sejarah, orang tak mesti harus jadi
pahlawan. Sebab, serpihan kisah yang kau titipkan kepada senja dulu, adalah
bagian dari sejarah yang tak pernah menyebutkan sosokmu sebagai pahlawan. Meski
ku cari namamu di berbagai perpustakaan. Di catatan-catatan kaki buku
pelajaran, atau di setiap prasasti, tak satu pun menyebutkan. Hanya di sebuah tugu
di palung hatiku ku temukan, namamu terukir berjuluk pahlawan. Tanpa taggal,
tanpa tahun. Hanya disertai keterangan berupa pertanyaan yang kokoh di samping
namamu, dan makin membekas di ingatanku, “Apakah bila terlanjur salah, akan
tetap dianggap salah?” </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan malam ini, aku meraba-raba, mengira-ira jawaban
yang mungkin kau lontarkan jika kelak ada perjumpaan. Namun, aku tidak akan
mencatatkannya di atas kertas, atau dibalik tanggalan seperti yang kau lakukan
ketika menghitung peruntungan. Hanya akan aku bekaskan pada ingatan. Semoga
waktu sudi mengembalikan. Sesungguhnyalah aku menangis sangat lama. Namun aku
pendam, agar engkau bekerja dengan tenang. Sesungguhnyalah, aku merasa belum
cukup berbakti. Namun aku yakin engkau telah memaafkanku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Karena itu, tolonglah aku. Hujan ini selaksa
menjelma menjadi magma. Mengulitiku hingga belulang. Aku jatuh. Ambruk ke
tanah. Menghiba pada apapun itu, agar aku bisa mencium keningmu. Basuhlah
wajahku dengan keringatmu. Aku tak akan menyalahkanmu. Juga alam yang telah
melahirkanku. Padangi jalanku dengan doa yang pernah kau ajarkan dulu. Tapi,
sudahlah, kita sama-sama lelaki.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ah, apakah engkau sudah memotong rambutmu, seperti
pinta istrimu ketika sebagian rambutmu menutupi telinga dulu? Bacalah, aku
pernah menuliskan kerinduan ini pada ibu, pada istrimu. Dan malam ini, rinduku
kepadamu diiringi rasa sesal kenapa aku ini belum sanggup membuatmu nyaman
menikmati hari yang sebentar lagi tua. Jalan ini, mungkin, dan aku yakin, tak
pernah ingin kau pilih untuk kau lalui. Namun, itulah hidup. Bukankah kau kerap
bicara bahwa hidup adalah sebuah pilihan, dahulu, sebelum aku beranak-istri?
Ah, andai saja penyesalan mendahului kejadian, mungkin bukan jalan ini yang aku
pilih. Bukan pula jalan yang sedang kau lalui sekarang. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Selamat malam, ayah, atau mungkin pagi!</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i><span style="color: red;">Pinggir Kali Klawing, 01:30, 3 Desember 2012.<o:p></o:p></span></i></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com22tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-86986850814749844572012-12-16T18:28:00.001-08:002012-12-16T18:28:58.722-08:00Aku, Buku, dan Istriku<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Menelanjangi kembali kisah asmara Minke dan Annelies
memaksa mata ini sulit terpejam. Kalimat; “Cinta itu indah, Minke, juga
kebinasaan yang mungkin membuntutinya. Orang harus berani menghadapi
akibatnya,” seperti di ucapkan Jean Marais kepada Minke yang sedang kasmaran
kepada Noni Belanda keturunan bernama Annelies Mellema dalam novel berjudul
“Bumi Manusia” itu, seperti menguliti hingga ke tulang. Al hasil, saya tidur
kelewat malam, malam Minggu kemarin. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Saya pun tidak menyia-nyiakan inspirasi yang boleh
jadi tidak akan pernah datang lagi ini, untuk mendokumentasikan di netbook
rusak saya. Syukur-syukur ada yang sudi membaca dan memberi semacam apresiasi
ketika tulisan ini saya posting di blog yang kelewat sederhana ini. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jika dalam tulisan saya yang berjudul “<a href="http://www.rumahkecilku.com/2012/12/antara-pram-saya-dan-doa-untuk-si-kecil.html" target="_blank">Antara Pram,Saya, dan Doa Untuk si Kecil</a>” saya menabung semacam harapan, atau doa (kata
Mbak Irmasenja), kepada si kecil, sedang pada tulisan “Aku, Buku, dan Istriku”
ini, saya akan mengulas (lebih pantasnya mencurhat) meski hanya sepintas,
tentang korelasi antara kecintaan saya terhadap buku, dan kecintaan saya
terhadap istri saya. Itung-itung sebagai kado sekaligus, kepada si jabang bayi
kami yang kini berusia empat bulan di dalam perut istriku. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Saya kembali ke ucapan Jean Marais tadi. Bahwa
cinta itu indah. Namun sejatinya, di balik keindahannya, tersimpan juga
ketidakindahannya (ah, saya belum juga menemukan denotasi kata indah itu apa).
Atau katakanlah, menyimpan kebinasaannya, seperti kata Jean Marais. Dan kita,
yang menyepakatinya, tentunya juga harus siap dengan ketidakindahan atau
kebinasaan yang pasti menyertai keindahan cinta.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrDjhj7nsc4pox0P_mYr64xADoMBzhF48ARsHPaI_9qdq8Xixxx_3vpBwO1JF-5MLGtDJMKv0HeTKPY1jh8SnHavyHOGbZPnSISJ8WZ_bEvRz6Tze1oLgDqnD8QTNUTPF_MeNnYHDOTAU/s1600/bumi+manusia.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrDjhj7nsc4pox0P_mYr64xADoMBzhF48ARsHPaI_9qdq8Xixxx_3vpBwO1JF-5MLGtDJMKv0HeTKPY1jh8SnHavyHOGbZPnSISJ8WZ_bEvRz6Tze1oLgDqnD8QTNUTPF_MeNnYHDOTAU/s1600/bumi+manusia.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Terima Kasih, Minke?</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jika ada muda-mudi yang kasmaran, mereka lazim
menyebutnya sebagai “Janji”. Janji sehidup-semati untuk tetap saling mencintai,
apapun yang terjadi. Atau dalam bahasa Miz Tia, dunia ini milik kita berdua,
yang lain ngontrak. Namun, saya kerap menjumpai janji yang terucap dan kadang
tercatat itu, tidak disertai dengan kesanggupan menanggung apa yang kita
sepakati sebagai ketidakindahan cinta yang niscaya selalu berjalan seiring
sejalan dengan keindahannya. Hasilnya, “Cowok penghianat”, “Cewek Matre”,
“Tukang Selingkuh”, dan beribu serapah lain, yang anehnya justru kita tujukan
kepada orang yang pernah kita sayangi. Maka demikianlah pecinta yang tidak siap
menanggung dua mata cinta. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pun, tidak hanya kerap terjadi pada pasangan
muda-mudi yang tengah kasmaran. Bagi mereka, yang sudah masuk pada tahap percintaan
yang lebih tinggi, maksud saya perkawinan, tidak jarang yang siap menanggung
konsekuensi logis atas dunia yang bernama cinta. Memasuki dunia perkawinan,
tentu ketelanjangan semakin lebar. Kita dan pasangan menjadi sama-sama lebih
banyak tahu kekurangan masing-masing. Ketelanjangan semacam ini barangkali
tidak akan kita jumpai pada saat kita masih dalam proses membangun hubungan. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Demikian pula saya. Banyak hal yang semakin menjadi
terbuka manakala saya dan kekasih saya memutuskan untuk melanjutkan masuk ke
jenjang jalinan perasaan yang bernama perkawinan. Meski menyadari, sejatinya
saya dan istri juga kerap mempertahankan ego pribadi ketika kami sama-sama tahu
kekurangan masing-masing. Tidak dinyana, ternyata acap kali hanya sebuah kisah
dari beberapa buah buku yang saya baca, yang dapat melunturkan ego kami. Misalnya
buku yang berjudul “Bumi Manusia”. Ketika saya kembali menceritakan isinya
kepada istri, muncul semacam kemakluman di antara kami. Jadilah kami, pada saat
setelah mengishkan cerita buku tersebut, saling memahami dan kemudian saling
melengkapi atas kekurangan dan kelebihan kami. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mungkin ini kasuistik, dan terlalu subyektif.
Namun, saya pikir tidak ada salahnya jika sobat sedang dirundung masalah dengan
pasangan sobat, lalu mengambil buku cerita, lantas menceritakan kembali bersama
kekasih atau istri kita. Atau barangkali sobat akan berkata; Tidak mungkin!.
Sebab, manamungkin membaca dapat mendatangkan uang? </div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com15tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-1451457491621409762012-12-13T04:41:00.000-08:002012-12-13T04:44:14.999-08:00Coretan Dinding Kota Tua (Sebuah Testimoni)<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Malam seperti tak pernah lelah melukis wajahnya
sendiri. Nyala bulan yang benderang membuat tubuhnya tampak jelas telanjang. Bintang-bintang
itu, meski kalah beradu cahaya, namun tetap genit dengan kedipannya. Pucuk-pucuk
pinus di atas bukit bersatu membentuk sebuah gunung. Puncaknya hampir menyentuh
wajah langit yang sedang tergesa-gesa mengecat mukanya dengan biru laut. Ada
segumpal lamuk perlahan menjauh dari kecantikan malam bersama angin utara yang
berhembus berat. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sementara jauh di bawah langit, sekumpulan kalong
terbang rendah menyambar jambu air yang tampak mulai memerah. Sesekali
buah-buah itu jatuh ke tanah. Angin yang berhembus pelan membuat keringat anak-anak
mengendap setelah bermain petak umpet. Aroma tembakau menyebar dari mulut orang
tua yang tak henti-hentinya menghisap rokok lintingan tembakau dan kemenyan di
teras-teras rumah. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Namun, di bagian langit yang lain, malam tampak
malas merias dirinya. Asap-asap hitam yang dilahirkan cerobong pabrik tak
henti-hentinya menyiksa. Kian hari kian banyak gedung-gedung yang menantang
langit dengan cakarnya. Bulan juga enggan menampakan tubuhnya. Bintang-bintang
terlelap diantara kedip lampu-lampu kota. Di jalanan, orang-orang lalu lalang menantang
maut. Jembatan penyeberangan dirasa hanya menyita waktu. Demikian tersirat dari
wajah-wajah yang tampak lelah dan bergegas. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Belantara kota hanya menyisakan resah.
Coretan-coretan di dinding tak bertuan kian menambah gelisah dengan makna yang
terkandung di dalamnya. Toko-toko berkaca dengan berbagai barang seantiasa
memprovokasi siapapun yang lewat di depannya. Provokasi yang manjur haya bagi
yang ber-uang. Sementara yang tidak, hanya mampu memilikinya lewat mimpi, pun
dengan tidur yang gelisah. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Puntung rokok berserakan di dekat kedua kakinya.
Matanya tak pernah berhenti memandangi kendaraan dengan klakson yang
mengagetkan. Sumpah serapah meluncur dari bibirnya. Lima tahun di kota, tak
satu pun malam membaginya rasa tenang. Sekedar merokok pun harus menyumpahi
orang. Ratusan baliho dengan berbagai gambar penguasa kota menambah kotor suatu
tempat yang entah kenapa dinamakan kota. Belum lagi mimpi-mimpi yang dituliskan
di samping baliho bergambar orang yang seolah-olah tahu dan ahli benar menyulap
wajah kota menjadi wajah perawan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ia mencoba mengisi separuh otaknya dengan menggali
ribuan kenangan yang ia tabung dalam ingatan. Ketika jarum jam bertumpukan di
atas angka satu, sesosok perempuan setengah baya berhasil mengisi ruang
otaknya. Seketika, dan kali pertama dalam hidupnya, ia ambruk di ujung kaki
perempuan itu. Sekali itu pula, air matanya jatuh di ujung kuku perempuan yang
datang dari beribu tumpukan kenangan dalam ingatan. Ruang ditelinganya hening.
Klakson-klakson hanya menyalak setengah. Lampu-lampu, lalu-lalang, lalu lintas,
juga sumpah serapah terbungkam karena kehadiran perempuan setengah baya dimana
kerinduannya pernah ia tuangkan dalam sebentuk puisi, yang menurutnya adalah
puisi paling bersejarah dalam sejarah perjalanan hidupnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Mungkin aku
pulang<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Mungkin tidak<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Aku belum
sampai tujuan<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Dan masih
memilih jalan<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Maaf, doa
yang kau peras dari puting pertiga malam, aku buang<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Usah kerap
berharap. Sebab,<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>tetap saja
kampung halaman adalah tanah pemberhentian<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Dari ribuan
mil perjalanan<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Dan aku tahu,<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>kau tetaplah
tubuh yang mengeram sorga<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Yang pada
kedua kakinya, aku membungkukan dada”<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Detail kata dalam puisi itu melintas di matanya.
Dan malam ini, untuk kali pertama, dalam arti yang sesungguhnya, matanya beradu
dengan bola mata teduh perempuan yang kini mempersembahkan senyum untuknya.
Lakon ini tak pernah pentas, meski dalam mimpi sekalipun. Karenanya, sesekali
sambil merengkuh tubuh perempuan itu, ia cubit bagian tubuhnya sendiri.
Berharap episode ini benar-benar tayang dalam hidupnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Seperempat abad silam, seorang perempuan muda
melahirkan anak lelaki dan diberi nama Komang. Dari ujung kepala hingga lutut
tampak sempurna. Namun, kedua telapak kakinya pengkor. Kata dukun setempat, itu
adalah tulah atas perbuatan bapaknya karena menangkap dan membunuh ayam alas
dengan cara dipuntir kedua kakinya hingga mati. Dengan kuning parutan kunir, si
mbah tak henti-hentinya mengurut kedua kaki cucunya yang pengkor itu, hingga
suatu hari, ketika si jantan peliaraannya dewasa, keajaiban datang menyembuhkan
pengkor kaki sang cucu. Dan, disembelihlah si jantan sebagai rasa syukur kepada
alam. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Itu adalah satu-satunya bagian cerita masa kecilnya
yang ia pernah dengar. Mungkin benar, tapi mugkin juga salah. Sebab, hingga
menjelang keberangkatannya ke kota, dan hingga umurnya menginjak angka dua
puluh lima, ibu dan bapaknya tak pernah bercerita. Pernah pada suatu hari, guru
bahasa Indonesia meminta dia untuk menuliskan karangan bebas berjudul “Masa
Kecilku”. Bukan kepalang terkejutnya si guru ini. Pada kalimat pertama berbunyi
seperti ini; Pada suatu hari, lahirlah saya, dalam kurung dua puluh tahun
kemudian. Terang saja si guru berang. Tak ada satu kalimatpun yang menandai
masa kecil si murid ini. Dua puluh tahun kemudian bukanlah umur masa kecil
lagi. Katanya pada si Komang…(bersambung)</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com28tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-39267860327817537912012-12-13T01:16:00.000-08:002012-12-13T01:16:47.952-08:00Bulan ke Empat Yang ke Dua<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Desember pertengahan ini ternyata sudah menginjak
bulan ke empat. Bulan genap yang senantiasa dirayakan dengan bacaan surat-surat
tertentu dari kitab suci kami, Al Qur’an. Senantiasa, karena kami pernah
merayakannya pada perayaan yang pertama tiga tahun lalu. Dan pertengahan
Desember tahun ini, kami merayakannya untuk kali kedua. Orang bilang, sesuatu
yang untuk kali kedua biasanya tidak sesuatu banget (kata Syahrini yang anunya
sesuatu banget). Tapi tidak bagi kami. Karena, sesuatu banget itu adalah si
jabang bayi kami yang kedua, dan kini genap berusia empat bulan dalam kandungan.
(Alhamdulilah yah?)</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan, cerita pun dimulai. Tersebutlah pada suatu
ketika, saat hujan yang tinggal rintik-rintik tak menyurutkan langkah para
tetamu ke rumah. Ba’da maghrib atau sebelum isya. Demikian bunyi undangan
verbal yang saya sampaikan, dari pintu ke pintu tetangga, Rabu sore kemarin.
Sebelum berpamit, mereka sekali lagi menegaskan; dalam rangka apa? Saya jawab; <i>ngapati</i>. Oh, sudah empat bulan ya mas, cepet banget? Sambung mereka
sesekali. Alhamdulillah, (yah?) hingga waktu yang telah ditentukan, tak satu
pun undangan yang alpa. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikFbKq6tM-24y1IgPnSkYjgbbfIP_QtRFcsFccrvhBKN2Dmn7ULkMbZ4vuDjj3myAzNDnErlBtEC4-jREjvRcFtDDSCH3T3S_gkLVzCBzwISw7C2vbVSij33uL9q6LXntEpu_L0QKdyxc/s1600/bunbun.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikFbKq6tM-24y1IgPnSkYjgbbfIP_QtRFcsFccrvhBKN2Dmn7ULkMbZ4vuDjj3myAzNDnErlBtEC4-jREjvRcFtDDSCH3T3S_gkLVzCBzwISw7C2vbVSij33uL9q6LXntEpu_L0QKdyxc/s1600/bunbun.jpg" height="172" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Mari Kita Berdoa, Bun?</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Ngupati</i>,
kata orang Jawa Timur (mohon koreksinya Kang Djangkies). <i>Ngapati</i>, kata kami yang berdomisli di sini, di Purbalingga.
Mendoakan kehamilan berusia empat bulan, kata orang Indonesia. Apapun
istilahnya, saya memaknai itu adalah tradisi. Karena tradisi, kami <i>ngapati</i>. Ada yang bilang <i>ngapati</i> menyalahi agama. Itu terserah
anda. Sebab, bagi kami, yang terpenting adalah substansinya. Isinya. Bukan
bungkusnya. Tidak lain adalah hanya sebuah doa bagi si jabang bayi kami yang ke
dua. Doa agar si jabang bayi menjadi anak yang <i>soleh </i>jika lahir sebagai laki-laki, dan <i>solehah</i> jika lahir sebagai perempuan (recommended). Itu saja. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tiba waktunya, dua puluh tamu serempak melafalkan
surat Maryam, dan surat Atoha dalam kitab suci kami, Al Qur’an. Pukul 19.00
kurang, doa selesai. Koq, cemilannya nggak datang-datang? Ternyata, istri saya
menunggu saya selesai membaca surat Maryam, karena dari dua puluh tamu yang
membacanya, hanya saya, sebagai tuan rumah yang membacanya kelewat lambat,
meskipun akhirnya selesai juga. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tibalah waktunya makan besar dengan ala kadarnya. Sop
ceker ayam, sayur kentang, telor sambal, tempe mendhoan, kerupuk, plus buah
jeruk dan salak sebagai cuci mulut. Sederhana bukan? Sesederhana doa saya dan
istri kepada Gusti Allah atas usia si jabang bayi yang sudah berusia empat
bulan. Semoga, selalu sehat dan selalu dalam lindungan Nya. Semua kami serahkan
kepada Gusti Allah. Perempuan atau laki-laki pada hakekatnya sama. Yang terpenting,
<i>slamet, sehat, waras</i> seperti doa para
tetamu ketika hendak pamit pulang. Amin…</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com16tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-59721325748445437152012-12-09T20:18:00.000-08:002012-12-09T20:18:11.941-08:00Antara Pram, Saya, dan Doa Untuk Si Kecil<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Buka-buka koleksi buku lama, mata saya terpaku pada
beberapa novel lawas berjudul “Bumi Manusia”, “Anak Semua Bangsa”, “Jejak
Langkah”, “Rumah Kaca”, dan “Arus Balik”. Sobat tentu tidak asing dengan novel-novel
tersebut, apalagi pengarangnya. Ya, siapa lagi kalau bukan satu-satunya kandidat
peraih nobel Sastra asal Indonesia, Parmoedya Ananta Toer. Sastrawan legendaris
yang menghabiskan sebagian usianya di balik jeruji besi itu seolah memaksaku
untuk kembali menziarahi sosoknya. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_9mqC22ij-PsArOPBCsWJBaag4qJUcZzP-QgGbdlTUZ1D820tUYboIeDPdfWZxR9NG_8MXhJp6XLjCb5hz5H6_iKPEO3b3V917e3X7tHhoXgKXtCh3SDUpGKhCGiXMS325BeDK2Lfvxo/s1600/suka+buku.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_9mqC22ij-PsArOPBCsWJBaag4qJUcZzP-QgGbdlTUZ1D820tUYboIeDPdfWZxR9NG_8MXhJp6XLjCb5hz5H6_iKPEO3b3V917e3X7tHhoXgKXtCh3SDUpGKhCGiXMS325BeDK2Lfvxo/s200/suka+buku.jpg" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Baca Bukumu</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Beberapa judul novel karya Pram yang saya punya
seperti tersebut di atas telah saya khatamkan. Di samping isi novelnya yang penuh dengan
fakta sejarah, selalu saja saya mengagumi proses kreatif Pram dalam menulis
novel-novel tersebut. Seperti novel “Bumi Manusia” misalnya. Novel pertama dari
tetraloginya ini ditulis dengan menggunakan kertas semen bekas pembangunan penjara
di Pulau Buru. Tidak hanya itu, apa yang telah Pram tulis di atas kertas semen
tersebut itu pun, harus ia sembunyikan jika ada penjaga penjara melakukan kontrol.
Dia selalu menceritakan kisah si Minke kepada kawan-kawannya di penjara, dan
membuat mereka tertawa. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Saya, atau kita barangkali tidak pernah akan bisa
menikmati karya Pramudya ini jika saja ia tidak berhasil menyelundupkan
naskah-naskah Tetralogi Pulau Burunya yang ia titipkan kepada seorang wartawan
ketika pada suatu hari ada wartawan yang mengunjungi penjara Pulau Buru. Nah,
bagian ini lah saya kira yang sangat heroik, dan selalu membuat saya
terinspirasi. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b>Saya<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Membaca kisah kepenulisan Tetralogi Pulau Buru nya
Pram, selalu saja membuat saya ingin menulis. Menulis apapun, baik itu cerita
pendek, essai, maupun puisi. Namun, selalu gagal di tengah-tengah. Dan setelah
itu, saya buang begitu saja tulisan-tulisan yang gagal itu. Jadilah saya
penulis yang gagal. (galau tingkat tinggi). Alih-alih menjadi penulis, saya
malah nyasar jadi blogger amatir. (nasib). Tapi, sob? Karena nyasar inilah mau
tidak mau toh akhirnya saya menulis juga. Ya, meskipun saya bingung untuk
menyebut tulisan saya itu apa.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b>Doa Untuk Si
Kecil<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ada semacam harapan, atau katakanlah permohonan
kepada Tuhan, agar kelak, meski bapaknya tidak jadi seorang penulis, atau
<a href="http://www.rumahkecilku.com/2012/11/1000-wanita.html" target="_blank">ibunya</a> yang hanya seorang guru, minimal <a href="http://www.rumahkecilku.com/2012/11/cita-cita-kecil-si-anak-desa.html" target="_blank">si kecil</a> mampu meneruskan kecintaan
saya pada buku dan kepenulisan. Sebab, saya tengah berusaha mengenalkan tradisi
kecintaan saya pada buku kepada keluarga kecil saya. Syukur-syukur si kecil menjadi
penerima nobel sastra (haha…mimpi kali ye..). Tapi nggak ada salahnya kan sob,
toh kewajiban kita hanya berusaha dan berdoa. Sedang yang menentukan tetaplah
Tuhan. Ini si menurut saya, kalau menurut sobat semua gimana? </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com20tag:blogger.com,1999:blog-3554635721437048009.post-46221546617669623722012-12-06T01:08:00.000-08:002012-12-06T01:08:32.082-08:00Si Rojak, dan Imajinasi Iwak Peyek<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Suatu hari, ketika sedang duduk di teras rumah,
lewat seorang anak kecil. Sambil berlari-lari kecil, dari mulutnya melantun
sepotong lagu dangdut yang cukup popular; </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>"Iwak peyek</i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Iwak peyek</i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Sego jagung..."</i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Saya pun tersenyum geli. Tidak hanya soal lagu yang
dia nyayikan, tetapi juga karena diikuti dengan gerakan tangannya yang seperti
menari tapi tidak jadi karena kedua matanya keburu melihat saya yang sedang
memperhatikannya. Saya pun melanjutkan menyeruput kopi setelah si bocah ini
berlalu dari hadapanku. “Ah, dasar si Rojak,” batinku. Si Rojak ini adalah anak
tetangga saya yang baru berusia lima tahun lebih. Mula-mula saya anggap biasa.
Namun, ketika saya teringat gaya dan nyanyian si Rojak, saya malah jadi bertanya
pada diri saya sendiri; “Koq, anak sekecil itu nanyinya lagu iwak peyek yah?”. Setahu
saya, lagu iwak peyek itu lagunya orang dewasa.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfBkuEEngwSfg8c8EyBENn9O9lvlIUNnno4jYojUbStYVNoMuahMzyMN6K8SXxpc7dv4NtSFcbkmL-81BpCIEqSfOoSx4cviAXlU_xWaKI1jDc780ii4WnQyArlzB1LA4QcvpSnmpQd5s/s1600/iwak+peyek1.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfBkuEEngwSfg8c8EyBENn9O9lvlIUNnno4jYojUbStYVNoMuahMzyMN6K8SXxpc7dv4NtSFcbkmL-81BpCIEqSfOoSx4cviAXlU_xWaKI1jDc780ii4WnQyArlzB1LA4QcvpSnmpQd5s/s200/iwak+peyek1.JPG" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Saya jadi kembali teringat ketika saya seusia si
Rojak. Waktu itu, saya sudah duduk di kelas satu SD. Pada saat pelajaran
bernyanyi, saya ditunjuk oleh guru untuk menyanyi di depan kelas. Kalau tidak
salah, lagu yang saya nyanyikan berjudul “Bangun Tidur”. Jika saya disuruh
untuk menyanyikan lagu ini sekarang, jujur saya lupa syairnya. Akhirnya, saya
mencari lagu anak-anak di internet. Dan, lagu “Bangun tidur” ku temukan, dan
saya catat syairnya. Setelah saya cermati, ternyata meski sederhana, syair lagu
“Bangun Tidur” itu syarat dengan muatan atau pesan mendidik. Perihal apa yang
seharusnya anak-anak lakukan setelah bangun tidur.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sobat yang lahir disekitar dekade delapan puluhan,
tentu tidak asing dengan lagu itu. Tidak hanya lagu “Bangun Tidur”, seingat
saya masih banyak lagi lagu anak-anak yang mengandung pesan moral. Beberapa
lagu anak-anak yang saya ingat misalnya, “Aku Anak Sehat”, “Lihat Kebunku”,
“Kasih Ibu”, dan “Satu Ditambah Satu”. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Apa yang dinyanyikan Rojak, tentu karena di
menonton, atau setidaknya kerap mendengar lagu iwak peyek. Meski, katakanlah
dia tidak tahu maksud lagu tersebut, namun tentu ada sebuah imajinasi yang
mengiringi ketika dia menyanyikan lagu iwak peyek. Nah, imajinasi inilah saya
kira yang akan mempengaruhi bagaimana dia berperilaku, bertindak, dan berfikir.
Lantas saya kembali membayangkan, apa imajinasi si Rojak, jika saja dia
bernyanyi lagu lain seperti lagu “Hamil Duluan” “Pacar Lima Langkah” atau
lagu-lagu dewasa lainnya? Kalau sudah begitu, lantas siapa yang harus kita
salahkan? </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Secara pribadi, saya tidak perlu menyalahkan
siapa-siapa. Sebab, semua kembali pada diri kita selaku orang tua. Disamping
itu, tidak mungkin, seberapapun bagusnya sebuah lagu anak-anak kita paksakan
untuk diputar di ruang-ruang publik seperti radio atau televisi. Sebab, zaman
memang sudah berubah. Nah, di sinilah pentingnya <a href="http://www.rumahkecilku.com/2012/12/ancas-manifes-kampanye-think-global-act.html" target="_blank">“Think Global, Act Local”</a> jika
memang kita katakanlah menyalahkan zaman. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan, saya pun mulai khawatir. Sebab, begitu kopi
saya habis, si kecil mendatangi dan duduk di pangkuan saya. Sambil menenteng HP
milik ibunya, ia meminta saya untuk memutarkan lagu “ini” sambil menunjuk
dengan jari mungilnya. Saya tertegun, lagu yang ia minta untuk diputarkan itu
adalah lagunya Green Day yang berjudul “Boulevard of Broken Dream”. Secepat
kilat, saya menekan tombol off, dan berkata kepada si kecil bahwa HP nya low
bat. Dalam benak berkata “Baru saja ngomongin si Rojak, eh malah si kecil mau
ikut-ikutan”. Tuh kan sob, semua tergantung dari diri kita sendiri. So,
bagaimanakah pengalaman sobat semua?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14317825949428485079noreply@blogger.com33